PENGUJIAN
MUTU HASIL PERIKANAN
PADA
LABORATORIUM PEMBINAAN DAN PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN (LPPMHP) TUAL
DISUSUN OLEH
LENI
RUMRA
NIRM : 225 706 107 024
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK PERIKANAN NEGERI TUAL
2010
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Dalam
penentuan standar mutu produk perikanan diperlukan suatu pengujian terhadap
produk tersebut. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan
terhadap makanan. Sasaran alat indera ini ditujukan terhadap kenampakan, bau,
rasa dan konsistensi serta beberapa faktor lain yang mungkin diperlukan oleh
produk tersebut.
Mutu produk adalah
suatu keadaan dari produk perikanan yang memberikan standar kesehatan tertentu.
Mutu ikan basah umumnya diperinci pula atas mutu biologis, fisik dan lain –
lain. Mutu tersebut memiliki banyak faktor pendukung, diantaranya adalah produk
perikanan itu sendiri dan lingkungan. Mutu produk yang baik banyak dibutuhkan
oleh konsumen, karena mutu dan kesegaran ikan
mempunyai arti penting bagi semua pihak terutama dalam kegiatan ekonommi
dan kesehatan.
Pengaruh kandungan
protein yang tinggi, ikan cepat sekali mengalami proses penurunan mutu yaitu
sekitar 6 sampai 7 jam. Proses penurunan mutu ini dapat disebabkan oleh faktor
– faktor yang berasal dari produk itu sendiri dan lingkungan. Secara umum
penurunan mutu ikan dari hasil perikanan disebabkan oleh aktivitas enzim
(autolisis), bakteri (bakteriologi) dan oksigen (oksidasi).
Bertolak dari hal
tersebut di atas dalam upaya untuk memberikan jaminan mutu terhadap produk
perikanan, maka Direktur Jenderal Perikanan telah mengembangkan sistem
pembinaan yang mengacu pada konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point),
cara atau teknik untuk mengetahui suatu produk tersebut, baik analisis mikro,
maupun organoleptik yang dikenal dengan Program Manejemen Mutu Terpadu (PMMT).
Dalam menerapkan PMMT di Indonesia tentu saja tidak mungkin dilaksanakan oleh
produsen akan tetapi memerlukan dukungan berbagai pihak terkait salah satunya
adalah Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) terutama dalam
fungsi utamanya, yaitu pengawasan dan realisasi sertifikat mutu, cara/teknik
untuk mengetahui suatu produk tercemar atau tertolak adalah dengan analisis
produk tersebut baik analisis organoleptik dan mikrobiologi.
Sertifikat kesehatan (Health Certificate) hasil
perikanan, memerlukan salah satu sub sistem dalam pengawasan mutu hasil
perikanan dalam rangka pelaksanaan, penerapan, dan pengawasan standar nasional
(SNI) dengan maksud untuk menjamin bahwa hasil yang diperdagangkan memberi
jaminan keamanan untuk dikonsumsi oleh manusia dan memenuhi standar serta
persyaratan umum ditentukan baik oleh pemerintah ataupun negara pengimpor
berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. No. Kep.01/MEN. 2002.
Tentang Sistem Manejemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.
Pengujian
organoleptik ini mempunyai peranan yang penting dalam peneraan mutu karena
masih banyak faktor – faktor yang ada dalam makanan, tetapi tidak dapat diukur
dengan uji mikrobiologi dan kimia. Metode inipun dapat digunakan untuk
mengetahui penyimpangan – penyimpangan serta perubahan – perubahan dalam produk
perikanan. Disamping itu pelaksanaan metodenya dilakukan dengan cepat dan
memakai peralatan yang sederhana.
Mengingat
pengujian organoleptik sangat penting tetapi mempunyai sifat subyektif maka
diperlukan suatu pedoman dalam persyaratan pelaksanaannya sehingga diperoleh
metode yang seragam dalam pengujian organoleptik.
Proses perubahan pada ikan setelah ikan
mati terjadi karena aktivitas enzim. Mikroorganisme dan oksigen. Ketiga
hal tersebut dapat menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Perubahan ini
terjadi dengan adanya perubahan fisik, kimia,dan organoleptik pada ikan.
Setelah ikan mati berbagai proses perubahan berlangsung dengan cepat. Semua
proses ini akhirnya mengarah ke proses pembusukan. Urutan proses perubahan yang
terjadi pada ikan setelah ikan mati meliputi perubahan prarigor, rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas
mikroba dan reaksi oksidasi.
Ikan
adalah benda biologis yang termasuk dalam komuditas yang cepat rusak karena
proses pembusukan. Terutama dalam kondisi iklim tropis dengan suhu dan
kelembaban yang tinggi. Penyebab utamanya adalah serangan mikroba
khususnya bakteri pembusuk.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik Ikan Selar (Selaroides
leptolepis) beku yang diuji pada LPPMHP Dumar Tual.
Manfaat dari magang
ini, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan informasi bagi
masyarakat.
1.3.
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek kerja ini berlangsung dari tanggal 1 April sampai 1 Juni
2010, bertempat pada Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
(LPPMHP) Tual, Kompleks PPN. Jln. Dumar – Tual.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi
Ikan Selar (Selaroides leptolepis)
Ikan
Selar termasuk dalam golongan ikan pelagis. Di Indonesia, ikan
Selar hidup di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Ikan Selar termasuk dalam ordo Percomorphi, family Carangidae,
genus Caranx atau Selaroides dan spesies Selaroides leptolepis
. Ikan ini mempunyai bentuk tubuh seperti torpedo dengan panjang mencapai 16
cm. Jenis ikan ini dikenal dengan
adanya garis lebar berwarna kuning emas dari kepala sampai ekor, dengan bentuk
sirip ekor bercagak (Alamsyah, 1974 dalam Google, 2010). Seperti yang terlihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Ikan Selar (Selaroides leptolepis)
2.2. Pengujian Organoleptik
Pengujian
organoleptik atau sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan. Penilaian dengan menggunakan alat
indera ini meliputi spesifikasi mutu yaitu, penampakan, bau dan tekstur.
Pengujian organoleptik in mempunyai peranan penting sebagai pendeteksi awal
dalam mutu. Pelaksanaan uji organoleptik dapat dilakukan dengan cepat serta kadang
– kadang penilaian ini dapat memberikan hasil pengujian yang sangat baik .
Dalam beberapa penilaian dengan indera, bahkan melebihi ketelitian yang paling
sensitif. Oleh karena itu, sifat pengujiannya yang subjektif maka diperlukan
suatu sistem penilaian dengan mengisi score sheet (Murniyati dan Sunarman,
2000).
2.3. Proses Penurunan Mutu
Ikan
yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, enzimatis, kimia dan
mikroorganisme yang berkaitan dengan proses kemunduran mutu. Proses kemunduran
ikan terdiri dari 4 prinsip yaitu, hiperamia, rigormortis, autolisis dan
penyerangan oleh bakteri (Zaitsev et al., 969).
Secara umum proses
terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari 3 tahap yaitu : prarigor, rigor
mortis dan post rigor. Tahap- tahap rigormortis (hiperamia) merupakan peristiwa
yang terjadi pelepasan lendir dari kelenjar bagian bawa kulit ikan yang akan membentuk
lapisan bening tebal dari sekeliling tubuh ikan. Keadaan prarigormortis terjadi
saat jaringan otot masih lembut dan lentur secara kimia yang ditandai dengan
penurunannya jumlah ATP dan kreatin phospat pada tubuh ikan (Zaitsev et al.,
1969).
Rigormortis di
tandai dengan keadaan otot yang kaku dan keras. Hilangnya kelenturan otot ikan
berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lembut pada tahap
awal dan kemudian berjalan sangat cepat pada proses selanjutnya. Pada tahap
post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap
(Eskin,1990).
Proses penguraian
jaringan secara enzimatis atau autolisis berjalan dengan sendirinya setelah
ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam
proses enzimatis antara lain, enzim katepsin (dalam daging otot), seperti enzim
tripsin, kemotropsin dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim yang
berasal dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan. Enzim – enzim yang dapat
menguraikan protein (enzim proteolitik) memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses kemunduran mutu ikan (Moeljanto, 1992).
Pembusukan yang
disebabkan oleh aktivitas bakteri tidak akan terjadi sebelum masa rigormortis
berakhir (Peranginangin et al., 1986). Pada akhir masa rigormortis saat
hasil penguraian makin meningkat, terjadi peningkatan jumlah bakteri. Kecepatan
pembusukan akan meningkat atau berjalan dengan cepat bila masa rigormortis
telah berakhir (Moeljanto, 1992). Aktivitas bakteri akan meningkatkan kerusakan
pada asam – asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, lisin, histidin,
dan arganin. Asam – asam amino tersebut akan terurai menjadi senyawa – senyawa
yang dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya pembusukan, senyawa – senyawa
tersebut antara lain, senyawa kadaverin, histidin, dan putresin (Bramstedt dan
Auerbach, 1961).
Pembusukan pada
ikan segar disebabkan oleh kegiatan bakteri pembusuk dan enzim yang secara
alami terdapat dalam jaringan tubuh dan daging ikan dan kerusakan fisik karena
kasarnya penanganan sehingga ikan menjadi luka, pembusukan juga akan terjadi
akibat terlambat pengesan.
Mutu adalah
gabungan sifat – sifat khas yang dapat membedakan masing - masing satuan dari
suatu bahan atau barang yang mempunyai pengaruh nyata didalam menentukan
derajat penerimaan produk perikanan.
Kemunduran mutu
terutama disebabkan oleh proses analisis dan enzimatis, proses oksidasi, aksi
mikroorganisme bertanggung jawab akan pembusukan. (Junizal, 1972). Untuk
mencegah dan menghambat aktivitas enzim dan bakteri, ikan ditangkap dan
diangkat harus segera disiangi dan dicuci (Soenarman, 1972).
BAB
III.
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktek kerja analisis mutu organoleptik ikan Selar (Selaroides
leptolepis) beku,
yaitu :
-
Pisau
-
Pingset
-
Talenan
-
Nampan
-
Pan.
Bahan yang digunakan dalam praktek kerja analisis mutu organoleptik ikan Selar (Selaroides
leptolepis) beku,
yaitu :
-
Ikan
Selar (Selaroides leptolepis) beku
-
Score
sheet untuk penilaian. Adapun score sheet yang digunakan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
3.2. Metode
Pengumpulan Data
a.
Wawancara
: Untuk memperoleh data yang baik maka
penulis dapat melakukan wawancara langsung dengan semua pihak yang terlibat di
laboratorium baik staf atau karyawan.
Partisipasi langsung dengan mengikuti semua kegiatan
analisis mulai dari pengambilan sampel sampai dengan pengisian secara aktif di
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Tual.
b. Kepustakaan
Untuk menunjang
data – data yang telah didapatkan, maka penulis mengambil beberapa referensi
yang terkait dengan judul yang penulis ambil.
c. Praktek Kerja
Data – data primer
yang penulis ambil untuk penulisan ini berasal dari praktek kerja yang secara
langsung penulis ikuti, yaitu melakukan pengujian organoleptik ikan Selar (Selaroides
leptolepis) beku.
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur
kerja ini meliputi pengambilan sampel pengujian dan sampel organoleptik.
a.
Pengambilan
Sampel Pengujian
Pengambilan
sampel dilakukan pada Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
Tual, dimana pengambilan sampel ini bertujuan untuk memperoleh sampel yang baik.
Cara pengambilan sampel harus disesuaikan dengan
metode sampling baik untuk sampel yang akan diuji maupun keperluan monitoring.
Untuk pengambilan sampel beku yang
terpenting adalah menjaga sampel untuk tetap beku.
b.
Pengujian
Organoleptik (SNI.01-2346.2006)
- Sebelum sampel diuji sampel ikan selar beku di thawing
terlebih dahulu.
- Kemudian lakukan pengamatan secara indrawi untuk bagian
luar (mata, warna, bau dan tekstur).
- Setelah itu ikan difillet dan dilakukan pengamatan bagian
dalam (isi perut, warna dan daging)
- Sambil melakukan pengamatan score sheet yang telah
disediakan diisi, sesuai hasil pengamatan terhadap sampel.
- Pengisian score sheet dengan standar nilai tertinggi 9 dan terendah 1 .
- Setelah melakukan pengamatan dan pengisian score sheet
lakukan perhitungan dari hasil pengamatan.
3.4. Metode
Analisis Data
Setelah
data dalam score sheet dari panelis ditabulasi. Maka nilai mutu di tentukan
dengan mencari hasil rata-rata setiap panelis pada tahap kepercayaan 95 %
artinya nilai mutu rata-rata yang diperoleh mengandung kemungkinan kesalahan
hanya sebesar 5 % untuk mendapatkan seluruh nilai. Mutu rata-ratanya dan setiap
panelis pada taraf kepercayaan 95 %.
Maka diperlukan rumus sebagai berikut :
P =
(X–(1,96. S/
) ≤
µ ≤ (X (+ 1,96. S
)
Keterangan :
n = Banyaknya
panelis
X = Nilai
mutu rata-rata
Xi = Nilai mutu dari
panelis
S2 = Simpangan baku
1,96 = Koefisien
standar mutu deviasi pada taraf 95 %
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Mutu Produk Beku
Pembekuan
adalah suatu proses yang tepat sehingga deret suhu penghaburan maksimum dilalui
dengan cepat. Proses pembekuan cepat tidak
boleh dianggap selesai kecuali suhu pusat produk sudah mencapai suhu -18oC
atau lebih rendah pada pusat termalnya setelah stabilitas termal.
Ikan
beku yaitu produk ikan yang sudah diberi perlakuan proses pembekuan yang cukup
untuk mereduksi suhu seluruh produk sampai suatu tingkat suhu cukup rendah guna
mengawetkan mutu ikan dan tingkat suhu rendah ini dipertahankan selama
pengangkutan, penyimpanan dan distribusi (termasuk penjualan).
Dalam
keadaan beku, ikan masih terjaga mutunya, karena suhu memegang peran penting
dalam upaya menghasilkan produk beku bermutu tinggi. Karena semakin rendah suhu
penanganan (dingin) maka ikan semakin panjang daya awetnya sedangkan setelah di
thawing ikan mengalami perubahan mulai dari kenampakan, bau dan tekstur. Faktor
suhu berperan dalam keseluruh usaha produk beku, sejak awal ikan di tangkap
mulai penanganan, pengolahan, distribusi sampai saat ikan di tangan konsumen.
4.2. Pengujian
Organoleptik
Pengujian
organoleptik/sensorik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan
alat indera ini meliputi spesifikasi mutu, yaitu kenampakan, bau
konsisten dihidrasi dan discolorasi. Dengan menggunakan score sheet.
Pengujian
organoleptik mempunyai peranan penting sebagai pendeteksi awal dalam mutu untuk
mengetahui peryimpangan dan perubahan dalam produk. Pelaksanaan uji
organoleptik ini dapat dilakukan dengan cepat dan langsung serta kadang -
kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti.
Pengujian organoleptik pada bagian dalam ikan dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Pengamatan bagian dalam ikan Selar
(Selaroides leptolepis)
Hasil
pengujian organoleptik ikan Selar beku dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Hasil Pengujian Organoleptik Pada
Ikan Selar (Selarouides leptolepsis) Beku
Panelis
|
Dalam Keadaan Beku
|
Sesudah di Thawing
|
Jumlah Rata – Rata
|
|||
Dehidrasi
|
Diskolorasi
|
Kenampakan
|
Bau
|
Tekstur
|
||
A
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
B
|
8
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7,2
|
C
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
D
|
8
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7,2
|
E
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
7
|
F
|
8
|
8
|
7
|
7
|
7
|
7,4
|
Total
|
42,8
|
Diketahui :
X = Nilai mutu dari panelis
X = Nilai mutu rata – rata
S2
= Simpangan baku
S =
Keragaman nilai mutu
1,96
= Koefisien standar mutu deavisiasi pada taraf 95%
X =
n
=
=
7, 13
S2
= (7-7,13)2+(7,2-7,13)2+(7- 7,13)2+(7,2-7,13)2+(7,2-7,13)2+(7,4-7,13)2
6
S2 = 0,133 = 0,022
6
S
0,022 = 0,14 ≈ 0,15
P = ( X – (1,96. S/
) ≤ µ ≤ ( X (+ 1,96. S
)
= (7,13–(1,96 x 0,15/2,45) ≤ µ ≤ (7,13 + (1,96, x 0,15/2,45)
= (7,13 – 0,12) ≤ µ ≤ (7,13 + 0,12)
= 7,01 ≤ µ ≤ 7,25
Dari
hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai organoleptik adalah 7,01 dalam
penggunaan nilai ini batas penolakan adalah untuk produk beku 5, artinya produk
perikanan yang diuji merupakan nilai yang sama atau lebih kecil dari 5. Standar
Nasional Indonesia (SNI) mengisyaratkan bahwa batas penerimaan adalah diatas 6
demikian produk beku yang diuji layak untuk dikonsumsi atau ekspor.
Dalam keadaan beku pengujian organoleptik melalui dehidrasi dan
diskolorasi, yaitu sebagai berikut :
1. Dehidrasi
Dehidrasi
ini menilai tentang kelembaban tubuh ikan, dimana permukaan tubuh ikan adalah
salah satu sumber kontaminasi yang sangat cepat
diserang oleh bakteri
2.
Diskolorasi
Diskolorasi
merupakan penilaian tentang warna kulit ikan yang diuji. Dimana warna kulit
ikan sangat penting untuk dinilai, karena warna kulit bisa mengetahui baik
tidaknya seekor ikan. Sesudah dithawing pengujian organoleptik menilai
kenampakan, bau dan tekstur, yaitu:
a.
Kenampakan
Salah
satu panca indra manusia yang digunakan untuk mengenali benda atau sesuatu yang
ada di sekitar kita adalah indra penglihatan dimana indera penglihatan dapat
memberikan penilaian baik buruknya penampakan suatu benda atau sesuatu yang
kita lihat secara visual, melalui penglihatan sehingga dapat menimbulkan
tingkat kesukaan terhadap benda atau sesuatu yang dilihat.
b.
Bau
Penciuman
merupakan salah satu panca indera manusia, dimana dengan penciuman kita dapat
mengetahui bau khas masing-masing benda sesuai dengan aroma yang
dikeluarkanya. Dengan penciuman kita dapat mengetahui baik tidaknya ikan Selar
yang akan diuji melalui bau yang dihasilkannya. Ikan Selar yang masih terjaga
mutunya mempunyai bau yang segar (bau khas ikan selar) sedangkan ikan yang
sudah mengalami penurunan mutu baunya agak busuk.
c.
Tekstur
Tekstur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu
produk pangan. Tekstur terkadang lebih penting dari penampakan, aroma dan rasa
karena dapat mempengaruhi cita rasa makanan. tekstur dari suatu bahan makanan
mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: kelompok aspek fisik pengaruh dari
tekstur makanan yang merupakan gabungan dari beberapa aspek yang dapat
dirasakan dengan tangan atau mulut dan tidak menyangkut rasa atau bahan kimia.
Secara
harafia yang dimaksud dengan tektur adalah kehalusan suatu produk pada saat
disentuh dengan jari dan selama mengunyah yang dirasakan oleh panelis. Dalam
proses mengunyah penentuan tekstur dipengaruhi oleh elastisitas, viscositas,
adhesivitas, kerusakan kerenyahan dan kelengketan. Faktor yang dapat
mempengaruhi tekstur yaitu antara lain, kandungan protein, lemak, suhu
pengeringan kadar air dan aktivitas dari pengerakan air.
BAB V.
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
1.
Pengujian
mutu dan kesegaran ikan pada LPPMHP Tual dilakukan secara subjektif dan
objektif.
2.
Dari
hasil uji organoleptik adalah 7,01. Menunjukan bahwa ikan Selar (Selaroides
leptolepis) beku layak untuk di ekspor karena memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI).
5.2.
Saran
Disarankan
agar faktor sanitasi dan higienis selalu diperhatikan selama pengijian
dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2006.
Cara Uji Organoleptik Pada Produk Perikanan. SNI.01-2346.2006.
Alamsyah, 1974. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan. http://www.google.com//best life: Deskripsi dan Karakterisasi Ikan
[2010-10-4:14.00].
Bramstedt,
F. dan M. Auerbach. 1961. The spoilage of fresh – water fish. Di
dalam Fish as Food. Vol I. New York: Academic Press.
Eskin., N. A. M. 1990. Biochemistry of food .Second Ed. San Diego :
Academis Press Inc.
http://www.google.com/imgres?imgurl=http://risikan.lkim.gov.my/ikan/116SelarKuning.JPG&imgrefurl=http://highoverhappy.blogspot.com.
[2010-10-4:13.46].
Ilyas, S. 1983. Teknik Refrigerasi Hasil – Hasil Perikanan,
Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. Paripurna. Jakarta.
Junizal, 1972. Teknik Refrigerasi Hasil – Hasil
Perikanan, Lembaga Teknologi Hasil Perikanan. Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan
Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Peranginangin,
R., T.A.R. Hanafiah, S. Putro dan R. Moelyanto. 1986. Storage Life of Fresh
Water Fish At Room Temperature An Crusled Ice. J. Pen. Pasca Panen Perikanan. Bogor.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2.
Binacipta. Bogor.
Soenarman, 1972. Handling Ikan. Sekolah Usaha Perikanan
Menengah. Tegal.
Soenarman., Murniyati. A.S., 2000. Penanganan, Pembekuan
dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Zaitsev, V., Kizevetter. L. Lagunov,.T. Mackarovci. D.
Minder and V. Podsevalov. 1969 . Fish Curing and Procesing. Moscow MIR
Publisher.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penilaian Sensori Ikan
Beku
Nama panelis : ...............................................................tanggal
...................................................
- Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian
Spesifikasi
|
Nilai
|
Kode
Contoh
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A. Dalam Keadaan
Beku
|
|
|
|
|
|
|
1. Lapisan Es
|
|
|
|
|
|
|
·
Rata, bening, cukup tebal pada
seluruh permukaan di lapisi es
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Rata, bening, cukup tebal ada
bagian yang terbuka 10%
|
8
|
|
|
|
|
|
·
Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 20% - 30%
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 40% - 50%
|
6
|
|
|
|
|
|
·
Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 60% - 70%
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 80% - 90%
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Tidak terdapat lapisan es pada permukaan produk
|
1
|
|
|
|
|
|
2. Pengeringan (Dehidrasi)
|
|
|
|
|
|
|
·
Tidak ada pengeringan pada
permukaan produk
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Sedikit mengalami pengeringan pada permukaan produk 10%
|
8
|
|
|
|
|
|
·
Pengeringan mulai jelas pada permukaan produk 20% - 30%
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Pengeringan banyak pada permukaan produk 40% - 50%
|
6
|
|
|
|
|
|
·
Banyak bagian produk yang tampak mengering 60% - 70%
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Banyak bagian produk yang tampak mengering 80% - 90%
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Seluruh bagian produk luar tampak mengering
|
1
|
|
|
|
|
|
3. Perubahan Warna (Diskolorasi)
|
|
|
|
|
|
|
·
Belum mengalami perubahan warna pada permukaan produk
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Sedikit mengalami perubahan warna pada permukaan produk 10%
|
8
|
|
|
|
|
|
·
Agak banyak mengalami perubahan warna
pada permukaan produk 20% - 30%
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Banyak mengalami perubahan warna pada permukaan produk 40% - 50%
|
6
|
|
|
|
|
|
·
Perubahan warna hampir menyeluruh pada permukaan produk 60% - 70%
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Perubahan warna hampir menyeluruh pada permukaan produk 80% - 90%
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Perubahan warna menyeluruh pada permukaan produk
|
1
|
|
|
|
|
|
B. Sesudah
Pelelehan (Thawing)
|
|
|
|
|
|
|
1. Kenampakan
|
|
|
|
|
|
|
·
Utuh, tidak cacat, warna cemerlang kulit ketat dan sisik utuh
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Utuh, tidak cacat, warna agak kusam, kulit agak ketat dan sisik ada yang
rusak
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Kondisi agak rusak, kusam, kulit agak longgar dan sisik banyak yang rusak
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Kondisi rusak, sangat kusam, kulit longgar, dan sisik banyak yang rusak
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Kondisi rusak, sangat kusam, kulit longgar dan sisik banyak yang rusak
|
1
|
|
|
|
|
|
2. Bau
|
|
|
|
|
|
|
·
Bau sangat segar
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Bau segar
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Bau netral
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Sedikit bau tengik
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Bau tengik dan busuk
|
1
|
|
|
|
|
|
3. Daging (Warna
dan Kenampakan)
|
|
|
|
|
|
|
·
Warna spesifik jenis sangat cemerlang, daging sangat padat, kompak dan
elastis
|
9
|
|
|
|
|
|
·
Warna spesifik jenis cemerlang, daging padat kompak dan elsatis
|
7
|
|
|
|
|
|
·
Warna spesifik jenis kurang cemerlang, daging kurang kompak dan kurang
elastis
|
5
|
|
|
|
|
|
·
Warna spesifik jenis kurang kusam dan daging lembek
|
3
|
|
|
|
|
|
·
Warna spesifik jenis sangat kusam dan daging sangat lembek
|
1
|
|
|
|
|
|
- Berilah tanda pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar