Minggu, 11 Januari 2015

PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN PADA LABORATORIUM PEMBINAAN DAN PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN (LPPMHP) TUAL


PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN
PADA LABORATORIUM PEMBINAAN DAN PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN (LPPMHP) TUAL





DISUSUN OLEH





LENI RUMRA
NIRM : 225 706 107 024




LOGO POLIKANT warna





PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK PERIKANAN NEGERI TUAL
2010

BAB I.
PENDAHULUAN

1.1.    Latar  Belakang
Dalam penentuan standar mutu produk perikanan diperlukan suatu pengujian terhadap produk tersebut. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap makanan. Sasaran alat indera ini ditujukan terhadap kenampakan, bau, rasa dan konsistensi serta beberapa faktor lain yang mungkin diperlukan oleh produk tersebut.
Mutu produk adalah suatu keadaan dari produk perikanan yang memberikan standar kesehatan tertentu. Mutu ikan basah umumnya diperinci pula atas mutu biologis, fisik dan lain – lain. Mutu tersebut memiliki banyak faktor pendukung, diantaranya adalah produk perikanan itu sendiri dan lingkungan. Mutu produk yang baik banyak dibutuhkan oleh konsumen, karena mutu dan kesegaran ikan  mempunyai arti penting bagi semua pihak terutama dalam kegiatan ekonommi dan kesehatan.
Pengaruh kandungan protein yang tinggi, ikan cepat sekali mengalami proses penurunan mutu yaitu sekitar 6 sampai 7 jam. Proses penurunan mutu ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang berasal dari produk itu sendiri dan lingkungan. Secara umum penurunan mutu ikan dari hasil perikanan disebabkan oleh aktivitas enzim (autolisis), bakteri (bakteriologi) dan oksigen (oksidasi).
Bertolak dari hal tersebut di atas dalam upaya untuk memberikan jaminan mutu terhadap produk perikanan, maka Direktur Jenderal Perikanan telah mengembangkan sistem pembinaan yang mengacu pada konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), cara atau teknik untuk mengetahui suatu produk tersebut, baik analisis mikro, maupun organoleptik yang dikenal dengan Program Manejemen Mutu Terpadu (PMMT). Dalam menerapkan PMMT di Indonesia tentu saja tidak mungkin dilaksanakan oleh produsen akan tetapi memerlukan dukungan berbagai pihak terkait salah satunya adalah Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) terutama dalam fungsi utamanya, yaitu pengawasan dan realisasi sertifikat mutu, cara/teknik untuk mengetahui suatu produk tercemar atau tertolak adalah dengan analisis produk tersebut baik analisis organoleptik dan mikrobiologi.
Sertifikat kesehatan (Health Certificate) hasil perikanan, memerlukan salah satu sub sistem dalam pengawasan mutu hasil perikanan dalam rangka pelaksanaan, penerapan, dan pengawasan standar nasional (SNI) dengan maksud untuk menjamin bahwa hasil yang diperdagangkan memberi jaminan keamanan untuk dikonsumsi oleh manusia dan memenuhi standar serta persyaratan umum ditentukan baik oleh pemerintah ataupun negara pengimpor berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. No. Kep.01/MEN. 2002. Tentang Sistem Manejemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.
Pengujian organoleptik ini mempunyai peranan yang penting dalam peneraan mutu karena masih banyak faktor – faktor yang ada dalam makanan, tetapi tidak dapat diukur dengan uji mikrobiologi dan kimia. Metode inipun dapat digunakan untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan serta perubahan – perubahan dalam produk perikanan. Disamping itu pelaksanaan metodenya dilakukan dengan cepat dan memakai peralatan yang sederhana.
Mengingat pengujian organoleptik sangat penting tetapi mempunyai sifat subyektif maka diperlukan suatu pedoman dalam persyaratan pelaksanaannya sehingga diperoleh metode yang seragam dalam pengujian organoleptik.
        Proses perubahan pada ikan setelah ikan mati terjadi karena aktivitas enzim. Mikroorganisme dan oksigen. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Perubahan ini terjadi dengan adanya perubahan fisik, kimia,dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati berbagai proses perubahan berlangsung dengan cepat. Semua proses ini akhirnya mengarah ke proses pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah ikan mati meliputi perubahan prarigor,  rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan reaksi oksidasi.
Ikan adalah benda biologis yang termasuk dalam komuditas yang cepat rusak karena proses pembusukan. Terutama dalam kondisi iklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi. Penyebab utamanya adalah serangan mikroba khususnya  bakteri pembusuk.

1.2. Tujuan dan Manfaat    
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik Ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku yang diuji pada LPPMHP Dumar Tual.
Manfaat dari magang ini, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan informasi bagi masyarakat.

1.3. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek kerja ini berlangsung dari tanggal 1 April sampai 1 Juni 2010, bertempat pada Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Tual, Kompleks PPN. Jln. Dumar – Tual.















BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Selar (Selaroides leptolepis)
Ikan Selar termasuk dalam golongan ikan pelagis. Di Indonesia, ikan Selar  hidup di hampir seluruh wilayah Indonesia. Ikan Selar termasuk dalam ordo Percomorphi, family Carangidae, genus Caranx atau Selaroides dan spesies Selaroides leptolepis . Ikan ini mempunyai bentuk tubuh seperti torpedo dengan panjang mencapai 16 cm. Jenis ikan ini dikenal dengan adanya garis lebar berwarna kuning emas dari kepala sampai ekor, dengan bentuk sirip ekor bercagak (Alamsyah, 1974 dalam Google, 2010). Seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Ikan Selar (Selaroides leptolepis)

2.2. Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik atau sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan. Penilaian dengan menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu yaitu, penampakan, bau dan tekstur. Pengujian organoleptik in mempunyai peranan penting sebagai pendeteksi awal dalam mutu. Pelaksanaan uji organoleptik dapat dilakukan dengan cepat serta kadang – kadang penilaian ini dapat memberikan hasil pengujian yang sangat baik . Dalam beberapa penilaian dengan indera, bahkan melebihi ketelitian yang paling sensitif. Oleh karena itu, sifat pengujiannya yang subjektif maka diperlukan suatu sistem penilaian dengan mengisi score sheet (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2.3. Proses Penurunan Mutu
Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, enzimatis, kimia dan mikroorganisme yang berkaitan dengan proses kemunduran mutu. Proses kemunduran ikan terdiri dari 4 prinsip yaitu, hiperamia, rigormortis, autolisis dan penyerangan oleh bakteri (Zaitsev et al., 969).
Secara umum proses terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari 3 tahap yaitu : prarigor, rigor mortis dan post rigor. Tahap- tahap rigormortis (hiperamia) merupakan peristiwa yang terjadi pelepasan lendir dari kelenjar bagian bawa kulit ikan yang akan membentuk lapisan bening tebal dari sekeliling tubuh ikan. Keadaan prarigormortis terjadi saat jaringan otot masih lembut dan lentur secara kimia yang ditandai dengan penurunannya jumlah ATP dan kreatin phospat pada tubuh ikan (Zaitsev et al., 1969).
Rigormortis di tandai dengan keadaan otot yang kaku dan keras. Hilangnya kelenturan otot ikan berhubungan dengan terbentuknya aktomiosin yang berlangsung lembut pada tahap awal dan kemudian berjalan sangat cepat pada proses selanjutnya. Pada tahap post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap (Eskin,1990).
Proses penguraian jaringan secara enzimatis atau autolisis berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses enzimatis antara lain, enzim katepsin (dalam daging otot), seperti enzim tripsin, kemotropsin dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim yang berasal dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan. Enzim – enzim yang dapat menguraikan protein (enzim proteolitik) memiliki peranan yang sangat penting dalam proses kemunduran mutu ikan (Moeljanto, 1992).
Pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri tidak akan terjadi sebelum masa rigormortis berakhir (Peranginangin et al., 1986). Pada akhir masa rigormortis saat hasil penguraian makin meningkat, terjadi peningkatan jumlah bakteri. Kecepatan pembusukan akan meningkat atau berjalan dengan cepat bila masa rigormortis telah berakhir (Moeljanto, 1992). Aktivitas bakteri akan meningkatkan kerusakan pada asam – asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, lisin, histidin, dan arganin. Asam – asam amino tersebut akan terurai menjadi senyawa – senyawa yang dapat digunakan sebagai indikasi terjadinya pembusukan, senyawa – senyawa tersebut antara lain, senyawa kadaverin, histidin, dan putresin (Bramstedt dan Auerbach, 1961).
Pembusukan pada ikan segar disebabkan oleh kegiatan bakteri pembusuk dan enzim yang secara alami terdapat dalam jaringan tubuh dan daging ikan dan kerusakan fisik karena kasarnya penanganan sehingga ikan menjadi luka, pembusukan juga akan terjadi akibat terlambat pengesan.
Mutu adalah gabungan sifat – sifat khas yang dapat membedakan masing - masing satuan dari suatu bahan atau barang yang mempunyai pengaruh nyata didalam menentukan derajat penerimaan produk perikanan.
Kemunduran mutu terutama disebabkan oleh proses analisis dan enzimatis, proses oksidasi, aksi mikroorganisme bertanggung jawab akan pembusukan. (Junizal, 1972). Untuk mencegah dan menghambat aktivitas enzim dan bakteri, ikan ditangkap dan diangkat harus segera disiangi dan dicuci (Soenarman, 1972).












BAB III.
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktek kerja analisis mutu organoleptik ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku, yaitu : 
-    Pisau
-    Pingset
-    Talenan
-    Nampan
-    Pan.
Bahan yang digunakan dalam praktek kerja analisis mutu organoleptik ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku, yaitu : 
-    Ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku
-    Score sheet untuk penilaian. Adapun score sheet yang digunakan dapat dilihat pada  Lampiran 1.

3.2. Metode Pengumpulan Data
a.       Wawancara : Untuk  memperoleh data yang baik maka penulis dapat melakukan wawancara langsung dengan semua pihak yang terlibat di laboratorium baik staf atau karyawan.
Partisipasi langsung dengan mengikuti semua kegiatan analisis mulai dari pengambilan sampel sampai dengan pengisian secara aktif di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Tual.
b.   Kepustakaan
 Untuk menunjang data – data yang telah didapatkan, maka penulis mengambil beberapa referensi yang terkait dengan judul yang penulis ambil.



c.   Praktek Kerja
Data – data primer yang penulis ambil untuk penulisan ini berasal dari praktek kerja yang secara langsung penulis ikuti, yaitu melakukan pengujian organoleptik ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku.

3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja ini meliputi pengambilan sampel pengujian dan sampel organoleptik.
a.       Pengambilan Sampel Pengujian
Pengambilan sampel dilakukan pada Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Tual, dimana pengambilan sampel ini bertujuan untuk  memperoleh sampel yang baik.
Cara  pengambilan sampel harus disesuaikan dengan metode sampling baik untuk sampel yang akan diuji maupun keperluan monitoring. Untuk  pengambilan sampel beku yang terpenting adalah menjaga sampel untuk tetap beku.

b.      Pengujian Organoleptik  (SNI.01-2346.2006)
-     Sebelum sampel diuji sampel ikan selar beku di thawing terlebih dahulu.
-     Kemudian lakukan pengamatan secara indrawi untuk bagian luar (mata, warna, bau dan tekstur).
-     Setelah itu ikan difillet dan dilakukan pengamatan bagian dalam (isi perut, warna dan daging)
-     Sambil melakukan pengamatan score sheet yang telah disediakan diisi, sesuai hasil pengamatan terhadap sampel.
-     Pengisian score sheet dengan standar nilai tertinggi  9 dan terendah  1 .
-     Setelah melakukan pengamatan dan pengisian score sheet lakukan perhitungan dari hasil pengamatan.

3.4. Metode Analisis Data
Setelah data dalam score sheet dari panelis ditabulasi. Maka nilai mutu di tentukan dengan mencari hasil rata-rata setiap panelis pada tahap kepercayaan 95 % artinya nilai mutu rata-rata yang diperoleh mengandung kemungkinan kesalahan hanya sebesar 5 % untuk mendapatkan seluruh nilai. Mutu rata-ratanya dan setiap panelis pada taraf  kepercayaan 95 %. Maka diperlukan rumus sebagai berikut :

 P = (X–(1,96. S/ ) ≤ µ ≤ (X (+ 1,96. S )

Keterangan :
n     =  Banyaknya panelis
X    =  Nilai mutu rata-rata
Xi     =  Nilai mutu dari panelis
S2    = Simpangan baku
1,96 = Koefisien standar mutu deviasi pada taraf 95 %














BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Mutu Produk Beku
Pembekuan adalah suatu proses yang tepat sehingga deret suhu penghaburan maksimum dilalui dengan cepat. Proses pembekuan cepat tidak  boleh dianggap selesai kecuali suhu pusat produk sudah mencapai suhu -18oC atau lebih rendah pada pusat termalnya setelah stabilitas termal.
Ikan beku yaitu produk ikan yang sudah diberi perlakuan proses pembekuan yang cukup untuk mereduksi suhu seluruh produk sampai suatu tingkat suhu cukup rendah guna mengawetkan mutu ikan dan tingkat suhu rendah ini dipertahankan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi (termasuk penjualan).
Dalam keadaan beku, ikan masih terjaga mutunya, karena suhu memegang peran penting dalam upaya menghasilkan produk beku bermutu tinggi. Karena semakin rendah suhu penanganan (dingin) maka ikan semakin panjang daya awetnya sedangkan setelah di thawing ikan mengalami perubahan mulai dari kenampakan, bau dan tekstur. Faktor suhu berperan dalam keseluruh usaha produk beku, sejak awal ikan di tangkap mulai penanganan, pengolahan, distribusi sampai saat ikan di tangan konsumen.

4.2. Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik/sensorik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu, yaitu kenampakan, bau konsisten dihidrasi dan discolorasi. Dengan menggunakan score sheet.
Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting sebagai pendeteksi awal dalam mutu untuk mengetahui peryimpangan dan perubahan dalam produk. Pelaksanaan uji organoleptik ini dapat dilakukan dengan cepat dan langsung serta kadang - kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Pengujian organoleptik pada bagian dalam ikan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pengamatan bagian dalam ikan Selar
(Selaroides leptolepis)

Hasil pengujian organoleptik ikan Selar beku dilihat pada tabel dibawah ini :

  Tabel 1. Hasil Pengujian Organoleptik Pada Ikan Selar (Selarouides leptolepsis) Beku
Panelis
Dalam Keadaan Beku
Sesudah di  Thawing
Jumlah Rata – Rata
Dehidrasi
Diskolorasi
Kenampakan
Bau
Tekstur
A
7
7
7
7
7
7
B
8
7
7
7
7
7,2
C
7
7
7
7
7
7
D
8
7
7
7
7
7,2
E
7
7
7
7
7
7
F
8
8
7
7
7
7,4
Total
42,8
Diketahui :
  X    = Nilai mutu dari panelis
  X    = Nilai mutu rata – rata
  S2    = Simpangan baku
  S     = Keragaman nilai mutu
 1,96 = Koefisien standar mutu deavisiasi pada taraf 95%

X   =     
                 n

       =            = 7, 13

  S2  = (7-7,13)2+(7,2-7,13)2+(7- 7,13)2+(7,2-7,13)2+(7,2-7,13)2+(7,4-7,13)2
                                                                                  6

  S2  =   0,133    =  0,022
               6
  S   0,022         = 0,14 ≈ 0,15
 
  P        = ( X – (1,96. S/ ) ≤ µ ≤ ( X (+ 1,96. S )
            = (7,13–(1,96 x 0,15/2,45) ≤ µ ≤  (7,13 + (1,96, x 0,15/2,45)
            = (7,13 – 0,12) ≤ µ ≤ (7,13 + 0,12)
            = 7,01 ≤ µ ≤ 7,25

Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai organoleptik adalah 7,01 dalam penggunaan nilai ini batas penolakan adalah untuk produk beku 5, artinya produk perikanan yang diuji merupakan nilai yang sama atau lebih kecil dari 5. Standar Nasional Indonesia (SNI) mengisyaratkan bahwa batas penerimaan adalah diatas 6 demikian produk beku yang diuji layak untuk dikonsumsi atau ekspor.
Dalam keadaan beku pengujian organoleptik melalui dehidrasi dan diskolorasi, yaitu sebagai berikut :
 1. Dehidrasi
Dehidrasi ini menilai tentang kelembaban tubuh ikan, dimana permukaan tubuh ikan adalah salah satu sumber kontaminasi yang sangat cepat  diserang oleh bakteri
2. Diskolorasi
Diskolorasi merupakan penilaian tentang warna kulit ikan yang diuji. Dimana warna kulit ikan sangat penting untuk dinilai, karena warna kulit bisa mengetahui baik tidaknya seekor ikan. Sesudah dithawing pengujian organoleptik menilai kenampakan, bau dan tekstur, yaitu:
a. Kenampakan
Salah satu panca indra manusia yang digunakan untuk mengenali benda atau sesuatu yang ada di sekitar kita adalah indra penglihatan dimana indera penglihatan dapat memberikan penilaian baik buruknya penampakan suatu benda atau sesuatu yang kita lihat secara visual, melalui penglihatan sehingga dapat menimbulkan tingkat kesukaan terhadap benda atau sesuatu yang dilihat.
b. Bau
Penciuman merupakan salah satu panca indera manusia, dimana dengan penciuman kita dapat mengetahui bau khas masing­-masing benda sesuai dengan aroma yang dikeluarkanya. Dengan penciuman kita dapat mengetahui baik tidaknya ikan Selar yang akan diuji melalui bau yang dihasilkannya. Ikan Selar yang masih terjaga mutunya mempunyai bau yang segar (bau khas ikan selar) sedangkan ikan yang sudah mengalami penurunan mutu baunya agak busuk.
c. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tekstur terkadang lebih penting dari penampakan, aroma dan rasa karena dapat mempengaruhi cita rasa makanan. tekstur dari suatu bahan makanan mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: kelompok aspek fisik pengaruh dari tekstur makanan yang merupakan gabungan dari beberapa aspek yang dapat dirasakan dengan tangan atau mulut dan tidak menyangkut rasa atau bahan kimia.
Secara harafia yang dimaksud dengan tektur adalah kehalusan suatu produk pada saat disentuh dengan jari dan selama mengunyah yang dirasakan oleh panelis. Dalam proses mengunyah penentuan tekstur dipengaruhi oleh elastisitas, viscositas, adhesivitas, kerusakan kerenyahan dan kelengketan. Faktor yang dapat mempengaruhi tekstur yaitu antara lain, kandungan protein, lemak, suhu pengeringan kadar air dan aktivitas dari pengerakan air.












BAB V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1.            Pengujian mutu dan kesegaran ikan pada LPPMHP Tual dilakukan secara subjektif dan objektif.
2.            Dari hasil uji organoleptik adalah 7,01. Menunjukan bahwa ikan Selar (Selaroides leptolepis) beku layak untuk di ekspor karena memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

5.2. Saran
Disarankan agar faktor sanitasi dan higienis selalu diperhatikan selama pengijian dilakukan.


















DAFTAR PUSTAKA


[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2006. Cara Uji Organoleptik  Pada Produk Perikanan. SNI.01-2346.2006.

Alamsyah, 1974. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan. http://www.google.com//best life: Deskripsi dan Karakterisasi Ikan [2010-10-4:14.00].

Bramstedt, F. dan M. Auerbach. 1961. The spoilage of fresh – water fish. Di dalam Fish as Food. Vol I. New York: Academic Press.

Eskin., N. A. M. 1990. Biochemistry of  food .Second Ed. San Diego : Academis Press Inc.

Ilyas, S. 1983. Teknik Refrigerasi Hasil – Hasil Perikanan, Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. Paripurna. Jakarta.

Junizal, 1972. Teknik Refrigerasi Hasil – Hasil Perikanan, Lembaga Teknologi Hasil Perikanan. Jakarta.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Peranginangin, R., T.A.R. Hanafiah, S. Putro dan R. Moelyanto. 1986. Storage Life of Fresh Water Fish At Room Temperature An Crusled Ice. J. Pen. Pasca Panen Perikanan. Bogor.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2. Binacipta. Bogor.

Soenarman, 1972. Handling Ikan. Sekolah Usaha Perikanan Menengah. Tegal.

Soenarman., Murniyati. A.S., 2000. Penanganan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Zaitsev, V., Kizevetter. L. Lagunov,.T. Mackarovci. D. Minder and V. Podsevalov. 1969 . Fish Curing and Procesing. Moscow MIR Publisher.





















LAMPIRAN
Lampiran  1. Lembar Penilaian Sensori  Ikan  Beku
Nama panelis  : ...............................................................tanggal ...................................................
  • Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian
Spesifikasi
Nilai
Kode Contoh
1
2
3
4
5
A. Dalam Keadaan Beku






1.  Lapisan Es






·         Rata, bening, cukup tebal pada seluruh permukaan di lapisi es
9





·         Rata, bening, cukup tebal ada bagian  yang  terbuka 10%
8





·         Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 20% - 30%
7





·         Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 40% - 50%
6





·         Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 60% - 70%
5





·         Tidak rata, bagian yang terbuka sebanyak 80% - 90%
3





·         Tidak terdapat lapisan es pada permukaan produk
1





2.  Pengeringan (Dehidrasi)






·         Tidak ada pengeringan  pada permukaan produk
9





·         Sedikit mengalami pengeringan pada permukaan produk 10%
8





·         Pengeringan mulai jelas pada permukaan produk 20% - 30%
7





·         Pengeringan banyak pada permukaan produk 40% - 50%
6





·         Banyak bagian produk yang tampak mengering 60% - 70%
5





·         Banyak bagian produk yang tampak mengering 80% - 90%
3





·         Seluruh bagian produk luar tampak mengering
1





3.  Perubahan Warna (Diskolorasi)






·         Belum mengalami perubahan warna pada permukaan produk
9





·         Sedikit mengalami perubahan warna pada permukaan produk 10%
8





·         Agak banyak mengalami perubahan warna  pada permukaan produk 20% - 30%
7





·         Banyak mengalami perubahan warna pada permukaan produk 40% - 50%
6





·         Perubahan warna hampir menyeluruh pada permukaan produk 60% - 70%
5





·         Perubahan warna hampir menyeluruh pada permukaan produk 80% - 90%
3





·         Perubahan warna menyeluruh pada permukaan produk
1





B. Sesudah Pelelehan (Thawing)






1.  Kenampakan






·         Utuh, tidak cacat, warna cemerlang kulit ketat dan sisik utuh
9





·         Utuh, tidak cacat, warna agak kusam, kulit agak ketat dan sisik ada yang rusak
7





·         Kondisi agak rusak, kusam, kulit agak longgar dan sisik banyak yang rusak
5





·         Kondisi rusak, sangat kusam, kulit longgar, dan sisik banyak yang rusak
3





·         Kondisi rusak, sangat kusam, kulit longgar dan sisik banyak yang rusak
1





2.  Bau






·         Bau sangat segar
9





·         Bau segar
7





·         Bau netral
5





·         Sedikit bau tengik
3





·         Bau tengik dan busuk
1





3.  Daging (Warna dan Kenampakan)






·         Warna spesifik jenis sangat cemerlang, daging sangat padat, kompak dan elastis
9





·         Warna spesifik jenis cemerlang, daging padat kompak dan elsatis
7





·         Warna spesifik jenis kurang cemerlang, daging kurang kompak dan kurang elastis
5





·         Warna spesifik jenis kurang kusam dan daging lembek
3





·         Warna spesifik jenis sangat kusam dan daging sangat lembek
1





  • Berilah tanda pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji




Tidak ada komentar:

Posting Komentar