KARAKTERISASI
PARSIAL ENZIM SELULASE DARI MIKROBA ASAL LIMBAH PENGOLAHAN RUMPUT LAUT Gracillaria sp
TUGAS AKHIR
Oleh :
Rina
Erfina Tupan
NIRM
: 225 706 107 004
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
PROGRAM DIPLOMA
III
POLITEKNIK
PERIKANAN NEGERI TUAL
2010
2010
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Wilayah negara
Indonesia yang terbentang dari 6o08’ LU hingga 11o15’ LS, dan dari 94o45’ BT hingga 141o05’ BT., merupakan negara kepulauan
terbesar kedua di dunia setelah Kanada, yang memiliki 17.504 pulau dengan garis pantai 81.000 Km2 serta luas
lautan sebesar 5,8 juta Km2 yang
menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah dari perairan
Indonesia berupa hayati dan non hayati yang dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang aman dan sejahtera (DKP dalam Wikipedia, 2010).
Potensi
rumput laut yang semakin meningkat dikalangan masyarakat telah mendorong berbagai
industri untuk memanfaatkan limbah dari pengolahan rumput laut. Hal ini
didukung dengan potensi rumput laut Indonesia pada tahun 2007 yang mencapai 1.343.700
ton (DKP, 2008).
Pemanfaatan
limbah rumput laut yang telah dilakukan selama ini yaitu pemanfaatan menjadi
makanan ternak, pupuk organik, pembuatan kertas, sumber bioenergi. Seperti yang
diketahui bahwa kandungan terbesar dalam rumput laut adalah selulosa sehingga pemanfaatan
yang dilakukan terhadap limbah rumput laut dari jenis Gracillaria sp., untuk
menghasilkan enzim selulase.
Enzim
selulase adalah kelompok enzim yang memilki kemampuan untuk menghidrolisis
selulosa yang tak dapat larut agar dapat memproduksi oligosakarida yang dapat
larut. Selulosa yang banyak terdapat di alam merupakan suatu cara pemanfaatan
yang optimal terhadap produksi dan karakterisasi enzim selulase yang dilakukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan rumput laut yang sedang meningkat.
Dari produksi dan karakterisasi enzim
selulase yang dilakukan maka akan diketahui bahwa limbah dari rumput laut Gracillaria sp., dapat diaplikasikan dalam berbagai jenis industri yang
berbeda.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Penulisan
tugas akhir ini bertujuan yaitu, untuk mengetahui kondisi optimum enzim
selulase dari limbah pengolahan rumput laut Gracillaria
sp., terhadap pH dan suhu yang berbeda.
Manfaat
dari penulisan tugas akhir ini diharapkan agar dapat memberikan informasi
mengenai kondisi optimum enzim selulase dari isolat PMP 0126 Y yang berasal
dari mikroba asal limbah pengolahan rumput laut Gracillaria sp., agar dapat diaplikasikan ke dalam dunia
industri.
1.3.
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek
kerja dilaksanakan mulai dari tanggal 1 April sampai 1 Juni 2010, bertempat
pada Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBRP2B) KKP – Jakarta.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Enzim
Enzim
merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Unit ini bekerja dengan urutan
yang teratur. Enzim mengkatalis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan
molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang
membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana (Lehninger, 1993).
Enzim berfungsi
sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia. Sebagian enzim bekerja secara khas,
yang artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau
reaksi kimia. Hal ini disebabkan karena perbedaan struktur kimia tiap enzim
yang bersifat tetap (Wikipedia(a), 2010).
Sebagian
enzim yang diproduksi oleh mikroba bersifat ekstraseluler, artinya disekresi
keluar sel. Enzim – enzim ekstraseluler relatif lebih mudah dipisahkan,
sedangkan enzim intraseluler memerlukan perlakuan khusus untuk membuka dinding
membran sel (Pelczar dan Chan, 1986).
Pada reaksi
yang dikatalis oleh enzim, molekul awal reaksi tersebut sebagai substrat dan
enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul yang berbeda, yang disebut
produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim
bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat – zat yang bereaksi dan
dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim
menurunkan energi pengaktifan yang sendirinya akan mempermudah terjadinya
reaksi (Wikipedia(a), 2010).
Kerja enzim
dimulai saat molekul enzim berikatan dengan substrat, kemudian mengubahnya
menjadi produk dalam waktu yang singkat. Produk tersebut selanjutnya dilepaskan
kembali. Enzim yang telah bebas dapat dipakai untuk mengikat molekul substrat
lainnya (Suhartono, 1989). Kerja enzim dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah
ini.
Gambar
1. Cara kerja enzim (Wikipedia(a), 2010)
Enzim
sebagai biokatalisator memiliki sifat – sifat tertentu selain sifat alamiah
protein yang menyusun enzim, seperti kondisi yang sangat dipengaruhi oleh suhu,
pH, pelarut, dan faktor – faktor lingkungan lainnya. Pengaruh suhu pada reaksi
enzimatis merupakan fenomena yang kompleks. Reaksi enzim yang umumnya terdiri
dari beberapa tahapan reaksi mengakibatkan respon enzim terhadap suhu pada tiap
tahapan reaksi menjadi berbeda (Suhartono, 1989).
Enzim dapat
meningkatkan kecepatan reaksi tanpa mengubah dirinya sendiri. Enzim dapat
terikat secara kovalen dengan substrat untuk sementara waktu dalam reaksi
kimia, tetapi pada akhir reaksi enzim dapat menjadi bahan dan dibentuk kembali
dengan sifat – sifat yang sama seperti sebelum terjadi reaksi dengan substrat.
Jadi, molekul enzim tidak berubah sifatnya (Suhartono, 1989).
Enzim
berfungsi sebagai katalis dalam proses biokimia dalam sel maupun di luar sel.
Enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada tanpa enzim. Selain
itu enzim juga memiliki sifat yaitu bekerja secara spesifik terhadap suatu
substrat tertentu (Poedjiadi, 1994).
Sifat lain
dari enzim adalah kemampuannya untuk tidak mengubah konstanta kesetimbangan
reaksi kimia. Enzim hanya meningkatkan kecepatan reaksi menuju keadaan
seimbang, sehingga sifat – sifat termodinamika sistem tidak berubah. Molekul
enzim sangat selektif walaupun spesifitasnya beragam. Beberapa enzim juga
memiliki spesifitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu, dan tidak akan
bekerja terhadap molekul yang amat serupa (Wikipedia(a), 2010).
2.2.
Enzim Selulase
Selulase
adalah kelompok enzim hidrolitik yang memiliki kemampuan untuk menghidrolisis
selulosa yang tak dapat larut agar dapat memproduksi oligosakarida yang dapat
larut. Selulase adalah enzim modular yang memiliki komposisi yang sangat bebas
untuk membentuk lipatan, struktur dan fungsi tersendiri yang biasa disebut
domain unit (Klyosiv, 1995; Mai et al.,
2004).
Enzim
selulase memiliki aplikasi yang sangat luas yang dapat digunakan dalam industri
seperti industri kimia, tekstil, makanan dan farmasi. Di industri makanan,
enzim selulase digunakan didalam ekstraksi jus dan minyak, mengetahui tingkat
gelatisitas dari rumput laut, perlakuan awal pada fermentasi kacang kedelai,
isolasi kanji yang berasal dari jagung dan kentang manis (Bhat dan Bhat, 1997;
Nazareth dan Sampy, 2003; Mosier et al., 2005). Di industri bahan bakar dan
kimia, arus aplikasi dalam produksi etanol dan komoditi produk lainnya yang
berasal dari biomassa selulotik (Himmel et
al., 1999; Lynd et al., 2002). Di
industri kertas, enzim selulase digunakan didalam memperhalus bubur kertas dan
daur ulang kertas bekas (Niranjane, 2006). Di industri tekstil, enzim selulase
digunakan sebagai agen untuk modifikasi permukaan serat dan tenunan kain, yang
terpenting adalah enzim selulase dapat digunakan untuk memperbaiki warna dan
tingkat kecerahan dari serat kain dengan cara mengembalikan dan memperbarui
permukaan serat dengan mengeluarkan serat – serat halus dan bulu – bulu pada
kain yang berserat. Di tempat industri bir dan anggur, enzim selulase digunakan
untuk memperkuat aroma bir dan anggur (Beguin dan Albert, 1994). Dalam industri
farmasi, enzim selulase digunakan sebagai pemisah enantiomers yang berasal racemic
campuran narkoba (Niranjane, 2006).
2.4.
Rumput Laut Gracilaria
sp.
Istilah Algae atau rumput laut pertama kali
diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1754. Ada tiga divisi alga laut yaitu Cholorophyta (900 spesies), Phaeophyta (1000 spesies), dan Rhodophyta (2500 spesies). Rumput laut atau Algae adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki
organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Rumput laut bahkan dianggap tidak
memiliki organ seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan
sebagainya) karena itu, rumput laut pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan
bertalus (Wikipedia(b), 2010).
Secara
taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut
dikelompokkan menjadi 4 kelas (Romimohtarto, 2007), yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae
(ganggang coklat), Chlorophyceae
(ganggang hijau), Chyanophyceae
(ganggang biru-hijau).
Rumput laut
Gracillaria sp, dapat dilihat pada Gambar
2. Sedangkan taksonomi Gracillaria sp,
yaitu sebagai berikut :
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigantinales
Suku : Gracillariaceae
Marga : Gracillaria
Spesies : G.
gigas, G. verrucosa, G. lichenoides
Gambar
2. Rumput laut Gracillaria sp. (Wikipedia(b),
2010)
Kraft et al. (1981) menyatakan bahwa divisi Rhodophyta diperkirakan sekitar 4.100
spesies di dalam 675 genus. Arad dan Yaron (1992), melaporkan bahwa diantara
jenis alga merah tersebut terdapat 344 spesies yang bernilai ekonomi sebagai
makanan untuk manusia dan hewan, pupuk, untuk medis atau farmasi dan juga dapat
digunakan untuk industri.
2.5. Karakterisasi Enzim
Karakterisasi
enzim sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Karakterisasi enzim
bertujuan untuk mengetahui aktifitas enzim pada kondisi lingkungan yang paling
mendukung. Dengan menggunakan enzim pada kondisi optimumnya maka enzim akan
bekerja lebih optimal dan efisien. Karakterisasi enzim biasanya menggunakan
perbedaan pH, suhu, ketahanan panas, pengaruh ion logam, inhibitor, dan aditif
serta spesifikasi substrat. Disamping itu juga dianalisa mengenai konsentrasi
amonium sulfat untuk pemekatan enzim (Ali, 2009).
Setiap enzim
memiliki kisaran pH optimum dimana enzim menunjukan aktivitas maksimum dengan
stabilitas tinggi. Nilai pH optimum dapat dihubungkan dengan perubahan ionisasi
dalam gugus ionik pada sisi aktif sehingga konformasi sisi aktif menjadi lebih
efektif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. Karena setiap
enzim memliki pH optimum yang khas maka aplikasinya akan efisien pada pH
tersebut.
Reaksi
enzimatis sama dengan reaksi kimia secara umum, dimana nilai dari reaksi
katalisnya akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Pada umumnya reaksi
kimia akan meningkat dua kali lipat dengan adanya peningkatan suhu sebesar 10⁰C. Peningkatan
suhu akan menyebabkan peningkatan energi kinetik enzim akibat gerakan vibrasi,
translasi dan rotasi enzim dan juga substrat akan semakin besar sehingga
kemungkinan keduanya akan bertumbukan akan semakin besar, dengan demikian
aktivitas enzim akan semakin meningkat sampai pada suhu optimum enzim.
BAB III.
METODOLOGI
3.1.
Alat dan
Bahan
3.1.1. Alat
Alat – alat
yang digunakan dalam kegiatan karakterisasi parsial enzim selulase dari mikroba
asal limbah pengolahan rumput laut Gracillaria
sp., adalah sebagai berikut : Aluminium
foil, autoclave, beker gelas, botol Duran, bunsen, eppendorf, erlemenyer, vorteks,
gelas ukur, labu ukur, inkubator, jarum ose, kapas, kertas coklat, kertas
label, kertas saring, kompor listrik, laminar, mikrosentrifuge, oven, pengaduk,
penunjuk waktu, petri disk, kertas pH, pipet mikro, plastik steril, rak
eppendorf, rak tabung reaksi, refrigerator, shaker inkubator,
specterofotometer, tabung reaksi, timbangan, tip mikro, tissue, waterbath,
wadah penampungan es.
3.1.2. Bahan
Bahan –
bahan yang digunakan dalam kegiatan produksi dan karakterisasi parsial enzim
selulase dari mikroba asal limbah rumput laut Gracillaria sp, adalah
sebagai berikut : Sampel Pameungpeak 0126 Yellow (PMP 0126 Y), alkohol, amonium
nitrat (NH4NO3), aquades (H2O), milique water, asam klorida
(HCl), asam sitrat (HPO4), bakteriological agar (Agar No.1), kalsium diklorida
(CaCl2),
carboxymetil cellulosa (CMC), citrid acid (C6H8O7), dikalium hidrogen pospat
(K2HPO4), dinitrosalicylic (DNS),
fero sulfat (FeSO4), asam borat (H3BO3), folin komersial, kalium
dihydrogen phospate (KH2PO4), kupri sulfat (CuSO4), kupri sulfat pentahidrat
(CuSO4.5H2O), magnesium sulfat (MgSO4), mangan (II) sulfat
monohidrat (MnSO4), natrium klorida (NaCl), natrium hidroksida
(NaOH), natrium kalium tatrate (NaKC4H4O6), dinatrium karbonat (Na2CO3), dinatrium pospat (Na2PO4), natrium sulfat (NaSO4), phenol, yeast extract
dan es curah.
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Praktek
Kerja
Pengumpulan data yang berupa data primer adalah data – data yang
didapatkan selama magang kerja di Laboratorium Bioteknologi BBRP2B KKP – Jakarta.
3.2.2. Kepustakaan
Sumber data yang dipakai untuk melengkapi sumber data primer yaitu,
referensi yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, prosiding dan sumber
elektronik.
3.3.
Prosedur Kerja
3.3.1.
Penyiapan Media Padat Volume 200
ml (BBRP2B, 2000)
1.
Bahan – bahan seperti KH2PO4 0,2 gram, K2HPO4 0, 229 gram, MgSO4 0,1 gram, NaCl 0,1 gram, CaCl2 0,1 gram, yeast extract 0,4 gram, FeSO4 0,002 gram, MnSO4 0,002 gram, NH4NO3 0,06 gram, ditimbang.
2. Bahan – Bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
beker gelas ukuran 500 ml dan ditambahkan
aquades sebanyak 50 ml.
3. Media tersebut kemudian diaduk menggunakan spatula
hingga homogen. Selanjutnya sebanyak 2,4 gram CMC ditimbang, dan ditambahkan aquades yang telah didihkan
sebanyak 100 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan spatula
sampai homogen dan tidak menggumpal.
4. Selanjutnya, bacteriological agar sebanyak 2,4 gram
ditimbang dan tambahkan aquades sebanyak 50 ml. Aduk hingga homogen.
5. Kemudian CMC cair dan bacteriological agar
dimasukkan ke dalam beker gelas yang sebelumnya telah berisi larutan dari bahan
– bahan pertama. Larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen.
6. Larutan tersebut kemudian dituang ke dalam botol
duran ukuran 500 ml dan selanjutnya dimasukkan ke dalam autoclave untuk
disterilisasi pada suhu 121oC selama 1 jam.
7. Larutan agar tersebut kemudian dibiarkan hingga
hangat dan selanjutnya dituang sebanyak ± 14 sampai 20 ml ke dalam masing –
masing petri dish.
8. Larutan tersebut kemudian dibiarkan hingga membeku
atau memadat, dan selanjutnya media padat siap untuk digunakan.
3.3.2. Penyegaran
Isolat PMP 0126 Y
1. Isolat PMP 0126 Y yang sebelumnya telah disimpan
dalam refrigerator dikeluarkan.
2. Jarum ose yang akan digunakan disterilisasi dengan
cara dicelupkan ke dalam alkohol, dan dipanaskan di atas pembakar bunsen,
selanjutnya jarum dibiarkan beberapa saat hingga dingin.
3. Dengan menggunakan jarum ose, angkat sebagian bakteri
yang ada pada sampel kemudian goreskan ke atas permukaan petri dish yang berisi
media CMC padat. Selanjutnya petri dish diinkubasi dalam inkubator 37oC selama ± 2 hari.
3.3.3. Pembuatan
Media Starter untuk Perkembangbiakan Bakteri Selulosa (Volume 100 ml).
1. Bahan – bahan ditimbang sebagai berikut : KH2PO4 0,1 gram, K2HPO4 0,145 gram, MgSO4 0,05 gram, NaCl 0,05 gram, CaCl2 0,05 gram, yeast extract 0,2 gram, FeSO4 0,001 gram, MnSO4 0,001 gram, NH4NO3 0,003 gram.
2. Kemudian bahan – bahan tersebut dimasukan ke dalam
beker gelas ukuran 250 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 50 ml.
3. Larutan tersebut kemudian diaduk menggunakan
spatula hingga homogen.
4. Sebanyak 2,4 gram CMC ditimbang dan ditambahkan aquades
yang telah didihkan sebanyak 50 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan spatula sampai homogen dan
tidak menggumpal.
5. Larutan kemudian dituang ke dalam botol duran
ukuran 500 ml dan disterlisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 1 jam.
6. Selanjutnya larutan diinkubasi dalam shaker
inkubator selama 1 hari.
3.3.4. Pembuatan Media Produksi Enzim Selulase
Pembuatan
Media Carboxymetil Cellulosa (CMC) Cair untuk Perkembangbiakan Bakteri dan
Kontrol Media.
1. Bahan – bahan ditimbang sebagai berikut : KH2PO4 1 gram, K2HPO4 1,145 gram, MgSO4 0,5 gram, NaCl 0,5 gram, CaCl2 0,5 gram, yeast extract 2 gram, FeSO4 0,01 gram, MnSO4 0,01 gram, NH4NO3 0,03 gram.
2. Kemudian bahan – bahan tersebut dimasukan ke dalam
beker gelas ukuran 500 ml dan aquades
sebanyak 250 ml ditambahkan ke dalam beker gelas tersebut.
3. Media diaduk menggunakan spatula hingga homogen.
4. Sebanyak 12 gram CMC ditimbang dan dimasukkan ke
dalam beker gelas yang berukuran 1000 ml dan ditambahkan aquades yang telah
didihkan sebanyak 750 ml.
5. Larutan tersebut dituang secara perlahan dan diaduk
dengan menggunakan spatula sampai homogen.
6. Kemudian larutan tersebut dituang ke dalam beker gelas
yang berisi larutan pertama. Media kemudian diaduk hingga homogen dan tidak
menggumpal.
7. Media kemudian dituang ke dalam 2 botol duran
ukuran 1000 ml dengan volume larutan masing – masing 500 ml.
8. Selanjutnya media disterilisasi dalam autoclave
pada suhu 121oC selama 1 jam.
3.3.5. Penanaman Bakteri ke Dalam Starter
1. Sebanyak 2 ose bakteri yang sebelumnya telah
disegarkan pada petri dish diambil dengan menggunakan jarum ose yang telah
disterilkan.
2. Selanjutnya bakteri dimasukkan ke dalam media
starter.
3. Kemudian media starter dihomogenkan dengan cara
digoyang.
3.3.6. Kurva Pertumbuhan Bakteri Selulosa dari Sampel PMP
0126 Y dengan Optical Density.
1. Sebanyak 6 ml dari salah satu media CMC cair
dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk dijadikan kontrol media.
2. Media starter yang telah ditanamkan bakteri dipipet
sebanyak masing – masing 50 ml ke dalam botol duran PMP 1 dan PMP 2 yang berisi
larutan CMC cair volume 500 ml. Kegiatan ini dilakukan secara aseptis.
3. Setiap interval waktu tertentu dilakukan sampling dengan
cara : Media sebanyak 6 ml dipipet dari masing – masing botol duran dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
4. Tabung reaksi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
spektrofotometer pada 600 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan.
5. Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara waktu
inkubasi dan nilai optical density yang menggambarkan pertumbuhan bakteri
selulosa dan aktivitas CMCase yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk
mendapatkan aktivitas CMCase pada sampel maka dipakai persamaan sebagai berikut
:
Standar Factor (SF) = Concentration of Glukosa / Abs. 600 nm
Average of SF =
Total SF / n SF
CMCase Activity = Abs. 600 nm x Average of SF
3.3.7. Pemisahan Pelet dan Supernatan untuk Menghasilkan Ekstrak
Kasar Enzim Selulase.
1. Sampel yang telah diuji optical density kemudian
dipindahkan ke dalam eppendorf (1 tabung reaksi = 3 eppendorf).
2. Sampel – sampel tersebut kemudian disentrifuse pada
12.000 rpm, selama 5 menit pada suhu 5oC.
3. Selanjutnya, sampel dipisahkan antara pelet dan
supernatannya.
4. Supernatan kemudian dituang ke dalam eppendorf yang
steril dan diatur pada rak eppendorf sesuai dengan kode sampel dan waktu
sentrifusenya.
5. Selanjutnya, supernatan disimpan dalam refrigerator
pada suhu dingin (5oC). Supernatan inilah yang disebut ekstrak kasar enzim
selulase.
3.3.8. Uji Aktivitas Enzim Selulase (Mandels et al., 1976)
1. Sebanyak 1 ml enzim, 2 ml citrate phospate buffer
0,1 M dan 3 ml DNS reagen dipipet dengan menggunakan mikro pipet dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Tabung reaksi kemudian dimasukkan ke dalam beker
gelas yang berisi air panas yang dididihkan di atas kompor selama 15 menit.
3. Selanjutnya, sebanyak 1 ml NaKC4H4O6 40% dipipet dan dimasukkan ke
dalam sampel.
4. Selanjutnya, sampel didiamkan selama 15 menit dan
dihomogenkan dengan cara divorteks.
5. Kemudian tabung reaksi dimasukkan ke dalam
spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai
absorbansi uji aktivitas enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 2.
6. Dengan persamaan Mandels et al. 1976, hitung
aktivitas spesifik enzim selulase dengan cara sebagai berikut :
Aktivitas Enzim Selulase =
|
Kadar glukosa x Faktor
pengenceran
|
Berat molekul glukosa x
Waktu inkubasi
|
Keterangan :
Satu unit enzim selulase
adalah jumlah dari enzim yang melepaskan
µmol glukosa dalam satu
menit pada kondisi pengujian.
Faktor pengenceran = 1
Berat molekul glukosa = 180
Waktu inkubasi = 15 menit
3.3.9. Uji Protein Lowry (Bollag dan Edelstein, 1991).
1. Sebanyak 0,1 ml enzim dan 0,9 ml pewarna Lowry dipipet
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan didiamkan selama 15 menit
2. Sebanyak 3 ml pewarna Folin ditambahkan ke dalam
sampel dengan cara dipipet dan didiamkan selama 45 menit.
3. Selanjutnya tabung reaksi dimasukkan ke dalam
spektrofotometer pada 540 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai
absorbansi uji protein Lowry dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.3.10. Karakterisasi Enzim Selulase (Enzim Kasar)
1) Penentuan pH Optimum Enzim Selulase
(Niranjane, 2006)
1. Sebanyak 1 ml enzim selulase, 1 ml citrat pospat
buffer dan 1 ml substrat CMC 1% dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Sampel – sampel tersebut kemudian diinkubasi dalam
waterbath selama 15 menit pada suhu 60 ⁰C.
3. Selanjutnya sebanyak 2 ml DNS reagen dipipet dan
ditambahkan ke dalam sampel dan diinkubasi dalam waterbath selama 15 menit pada
suhu 60 ⁰C.
4. Selanjutnya, sebanyak 1 ml NaKC4H4O6 40% dipipet dan
ditambahkan ke dalam sampel dan kemudian dihomogenkan dengan cara divorteks.
5. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam
spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai
absorbansi pH optimum enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 4.
6. Pengujian terhadap optimasi pH pada enzim selulase
untuk pH 4 - 9 dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pH 3 dengan
mengubah citrat buffer pH.
2) Penentuan Suhu Optimum Enzim
Selulase (Niranjane, 2006).
1.
Sebanyak
1 ml enzim, 1 ml citrat buffer pH 5 dan
1 ml substrat CMC 1% dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2.
Inkubasi
sampel tersebut di dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 30 oC.
3.
Selanjutnya,
sebanyak 2 ml DNS reagent ditambahkan dan diinkubasi di dalam waterbath selama
15 menit pada suhu 30 oC.
4.
Selanjutnya,
pipet 1 ml NaKC4H4O6 40% untuk ditambahkan ke dalam sampel.
5.
Sampel
kemudian dihomogenkan dengan cara divorteks. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang berisi sampel pada spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai
absorbansi yang ditunjukan. Nilai absorbansi suhu optimum enzim selulase dapat
dilihat pada Lampiran 4.
6.
Pengujian
terhadap optimasi suhu pada enzim selulase untuk suhu 40oC – 80oC dilakukan dengan cara
yang sama seperti pada suhu 30oC, hanya mengubah suhu pada waterbath.
3.4. Metode Analisa Data
Metode
analisa data yang dipakai dalam pengolahan data yaitu, metode statistik
deskripsi yang berupa perhitungan dengan menggunakan statistik dan hasilnya
ditampilkan dalam bentuk grafik yang selanjutnya dideskripsikan.
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Penyegaran Isolat PMP 0126 Y dengan Cara
Gores
Hasil
penyegaran yang dilakukan pada isolat dari rumput laut Gracillaria sp., yang berasal dari limbah pengolahan rumput laut
yang terdapat di daerah Pameungpeak dengan nama isolat PMP 0126 Y, dilakukan dengan
cara pengambilan satu ose dan selanjutnya digoreskan ke dalam media agar yang
kemudian diinkubasi selama ± 2 hari, maka akan terlihat seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Isolat yang telah disegarkan
Pengamatan
isolat PMP 0126 Y pada hari pertama menunjukan bahwa bakteri baru sedikit
mengeluarkan enzim selulase, baru pada pengamatan hari kedua telah tampak
adanya enzim selulase yang dikeluarkan oleh bakteri pada isolat tersebut. Dari
hasil pengamatan juga terlihat bahwa enzim yang dihasilkan bersifat
ekstraseluler sehingga lebih mudah dipisahkan dari substratnya.
Hal ini
terjadi karena pada periode awal inkubasi, bakteri masih mampu memanfaatkan
sumber karbon dan nitrogen dari media, karena unsur tersebut lebih mudah
diuraikan (Ali, 2009).
Sebagaimana
komposisi pembuatan media padat yang telah disebutkan sebelumnya memiliki
kandungan yeast ekstrak tetapi dalam jumlah yang sedikit sehingga jika dalam
penyegaran isolat dilakukan lebih lama, maka dengan sendirinya sumber makanan
bagi bakteri juga akan menipis, sehingga bakteri harus menghidrolisis selulosa
yang ada dalam tubuhnya keluar menjadi enzim selulase agar dapat diperoleh
unsur karbon dan hidrogen sebagai bahan makanan yang baru baginya. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya zona bening yang terdapat disekitar goresan
jarum ose pada awal penyegaran.
4.2. Pertumbuhan Bakteri Selulosa dari Sampel PMP
0126 Y
Penentuan
kurva pertumbuhan bakteri selulosa dapat diperoleh dengan cara mengukur nilai
absorbansi optical density yang menyatakan tingkat kekeruhan dari bakteri pada
media CMC cair. Tingkat kekeruhan diasumsikan sebagai tingkat biakan bakteri
selulosa yang berpengaruh terhadap kerapatan sel, artinya semakin tinggi
kerapatan sel, maka kenampakan sel dalam media akan semakin keruh. Kurva pertumbuhan
bakteri dibagi menjadi fase lag, fase logaritmik, fase stasioner, fase menuju
kematian dan fase kematian (Stephenson, 2003). Seperti yang terlihat pada Gambar
4 di bawah ini, sedangkan nilai absorbansi optical density dapat dilihat pada Lampiran
1.
Gambar 4. Grafik pertumbuhan isolat bakteri
selulosa
PMP 0126 Y
Sampel PMP
0126 Y yang ditumbuhkan dalam media CMC cair memilili fase lag atau fase
adaptasi pada jam ke 0 – 8 awal inkubasi. Fase lag atau fase adaptasi merupakan
fase awal pengenalan bakteri terhadap lingkungan yang baru, terutama dengan
media pembiakan bakteri yang berupa media cair CMCase, sehingga pertumbuhan
bakteri masih sangat kecil.
Sedangkan
fase logaritmik terjadi pada jam ke 8 hingga 56. Pada fase ini terjadi
penambahan jumlah sel yang terus membelah diri pemanfaatan nutrisi yang optimal
oleh bakteri. Seiring waktu inkubasi maka jumlah sel akan semakin banyak
menyebabkan jumlah sel akan semakin padat dan berpengaruh terhadap bahan
makanan yang terbatas. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan
untuk mendapatkan bahan makanan. Beberapa bakteri yang tidak mendapatkan
makanan akan mati, jika jumlah sel bakteri yang tumbuh atau membelah diri
hampir sama dengan jumlah sel bakteri yang mati, maka pada saat itulah telah dimulai
fase stasioner. Pada fase stasioner terjadi selama 8 jam yaitu dari jam ke 56
hingga 64.
Fase
stasioner merupakan fase yang terjadi saat dalam lingkungan pertumbuhan bakteri
terdapat penumpukan senyawa beracun dan berkurangnya nutrien dalam media pertumbuhan
(Ali, 2009). Keadaan ini menyebabkan beberapa sel mati dan beberapa diantaranya
masih tetap membelah. Sehingga jika dilihat dari grafik maka seakan – akan
jumlah sel tetap atau tidak mengalami perubahan jumlah sel.
Jika
fermentasi dilanjutkan maka bahan makanan semakin habis sehingga pertumbuhan
sel menjadi semakin menurun dan menyebabkan jumlah sel yang membelah lebih
rendah daripada jumlah sel yang mati, sehingga dapat dikategorikan bahwa
pertumbuhan sel telah memasuki pada fase kematian atau menuju kematian.
4.3.
Uji Aktivitas Enzim Selulase
Dari hasil
pengamatan nilai aktivitas enzim selulase dengan menggunakan ekstrak kasar
enzim selulase yang dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah.
Gambar 5. Grafik nilai absorbansi uji
aktivitas enzim selulase
Diperoleh aktivitas
tertinggi terdapat pada jam ke 128 yaitu, sebesar 0.1665 U/ml dengan nilai
aktivitas spesifik enzim selulase sebesar 0,000062 U/ml. Hal ini dikarenakan kemampuan
bakteri selulosa dalam melakukan aktivitas untuk memproduksi enzim selulase
berada dalam kondisi optimum dan didukung dengan kecukupan nutirisi dalam media
CMC cair. Nilai absorbansi aktivitas enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran
2.
4.4.
Uji Protein Lowry
Gambar 6. Grafik nilai absorbansi uji protein
Lowry pada sampel PMP 0126 Y
Pada Gambar 6 di atas, terlihat bahwa aktivitas enzim selulase yang
memiliki kandungan protein yang tertinggi berada pada jam ke 25 (0,3835 U/ml),
kandungan protein pada jam tersebut lebih besar 3,4 kali dari jam sebelumnya yaitu
jam ke 22, yang memiliki kandungan protein sebesar 0,1125 U/ml dan 3,8 kali
dari jam sesudahnya yaitu, jam ke 27 dengan kandungan protein sebesar 0,0985
U/ml. Dari gambar di atas juga terlihat bahwa setelah jam ke 25, aktivitas
enzim selulase terhadap kandungan protein yang dimiliki terus menurun dan tidak
lebih dari 0,1750 U/ml yang terjadi pada jam ke 40.
4.5.
Karakterisasi Parsial Enzim Selulase
Kasar
Enzim sangat
bergantung pada kondisi lingkungan. Karakterisasi enzim bertujuan untuk
mengetahui aktivitas optimum enzim pada kondisi lingkungan yang paling
mendukung, sehingga enzim dapat bekerja secara optimal dan efisien. Secara umum
karakterisasi dapat dilakukan dengan menggunakan karakterisasi enzim kasar
maupun karakterisasi enzim murni.
Parameter
yang digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim yang optimal yaitu dengan
menggunakan perbedaan pH, suhu, ketahanan panas, pengaruh ion logam dan aditif
serta spesifikasi substrat (Ali, 2009).
4.5.1.
Penentuan pH Terhadap Optimasi Enzim Selulase
Reaksi
terhadap enzim selulase sangat tergantung pada pH medium tempat reaksi berada.
Sehingga penggunaan buffer bertujuan untuk mengontrol reaksi dari pH.
Penentuan
aktivitas enzim pada pH dimulai dari pH 3 – 9. Hasil yang didapatkan bahwa pH
optimum dari enzim selulase adalah berada pada pH 7 atau pH netral dengan nilai
aktivitas enzim sebesar 0,1345 U/ml, seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah
ini.
Gambar 7. Grafik pengaruh pH
terhadap
aktivitas
enzim selulase
Hal
ini sesuai dengan peryataan dari Harris dan Angal (1989), yang menyatakan bahwa
pada umumnya enzim paling aktif pada pH netral yakni pada pH cairan makluk
hidup yakni pH 6-8.
Apabila
reaksi enzimatis dilakukan pada pH ekstrem maka proses hidrolisis tidak bisa
berjalan optimal. Pada larutan alkali (pH > 8), dapat mengakibatkan
kerusakan pada residu sistein sedangkan pada pH < 4), ikatan peptida dengan
residu asam aspartat yang tidak stabil akan terhidrolisis (Chaplin and Buckle,
1990).
4.5.2.
Penentuan Suhu Terhadap Optimasi Enzim Selulase
Reaksi enzimatis sama
dengan reaksi kimia secara umum, dimana
nilai dari reaksi katalisnya akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu.
Dari pengamatan aktivitas
enzim mulai dari suhu 30⁰C
hingga 80⁰C,
didapatkan aktivitas enzim pada suhu 80⁰C sebesar 0.154667 U/ml, merupakan suhu
optimum enzim selulase, seperti yang terlihat pada Gambar 8 di bawah ini.
Gambar
8. Grafik pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim selulase
Aktivitas enzim akan meningkat sampai pada suhu
optimumnya. Setelah suhu optimum terlewati maka aktivitas enzim akan menurun
drastis karena kerusakan struktur enzim akibat panas. Pendapat ini sesuai
dengan pengamatan bahwa enzim selulase sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan
reaksi enzimatis lain yang pada umumnya yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terdenaturasinya protein pada enzim.
BAB V.
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Dari seluruh rangkaian tahapan yang dilakukan guna
karakterisasi parsial enzim selulase pada pH dan suhu yang berbeda maka
didapatkan aktivitas optimum enzim terdapat pada pH 7 dengan nilai aktivitas
enzim sebesar 0,1345 U/ml. Sedangkan aktivitas optimum enzim pada suhu 80oC merupakan suhu optimum enzim selulase dengan nilai
aktivitas sebesar 0.154667 U/ml.
5.2. Saran
Diharapkan
agar dengan diketahuinya kondisi optimum aktivitas enzim selulase dari berbagai
pengujian yang telah dilakukan maka penggunaan enzim selulase dalam membantu
kegiatan industri dapat ditingkatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
[BBRP2B]. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi. 2000. Komposisi Bahan Kimia dalam Pembuatan Media CMC Cair dan
Padat. Jakarta.
Ali Mahrus. 2009. Produksi,
Pemurnian dan Karaterisasi Enzim Kitosanase dari Isolat Bakteri KLU 11.16.
serta Aplikasinya untuk Memproduksi Oligomer Kitosan. [Tesis].
Universitas Brawijaya. Malang.
Arad, S. M. and Yaron, A. 1992. Natural Pigment From
Several Red Microalgae For Use In Foods and Cosmetics. Trent Sci.
Beguin, P. and Aubert, J. P. 1994. The Biological
Degradation of Cellulose. FEMS Microbiology.
Bhat, M. K., and Bhat, S., 1997. Cellulose Degrading
Enzymes and Their Potential Industrial Applications. Biotechnology Advances 15.
Bollag, D. M., and S. J. Edelstein. 1991. Protein Methodes. A
Jhon Wiley & Sons, Inc. New York.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Produksi
Rumput Laut Indonesia. www.rumputlaut.org.
Harris, E. L. V. and S. Angal. 1989. Protein
Purification Methodes: A Pratical Approach. Oxford University Press. England.
Himmel, M. E., Ruth, M. F., and Wyman, C. E., 1999.
Cellulase for Commodity Products From Cellulosic Biomass. Curr Opin Biotechnol 10.
Klyosov, A. A., 1995. Biomass Conversion with
Cellulases. In Industrial Enzyme Engineering.
Kraft, G. T. and Woelkieling, W. J. 1981. Rhodophyta Systematics and Biology.
Clayton, M. N. and King, R. J. (eds.). Marine Botany: an Austrasian
Perspective. Meulborne.
Lehninger A. L., 1993. Seaweed in Food Products:
Biochemical and Nutritional Aspects. Trends
Food.
Lynd, L. R., Weimer, P. J. Zyl, V. W. H., and
Pretorius, I. S., 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamental and
Biotechnology. Microbiol Mol Biol Rev 66.
Mai, C., Kües, U., and Militz, H., 2004. Boitechnology
in The Wood Industry. Applied Microbiology and Biotechnology 63.
Mandels, M., Andreotti, R., and Roche, C. 1976.
Measurement of Saccharifying Cellulase. Biotechnol
Bioeng Symp.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y.
Y., Holzapple, M., and Ladish, M., 2005. Features of Promosing Technologies For
Pretreatment of Lignocellulosic Biomass. Bioresource
Technology 96.
Nazareth, S. W., and Sampy, J. D., 2003. Production
and Characterisation of Lignocellulases of Panus Tigrinus and Their Aplication.
International Biodeterioration and
Biodegradation 52.
Niranjane, A. 2006. Sreening Diverse Celluase Enzymes
From The White Rot Fungus Phlebia
gigantea For High Activity and Large Scale Applications. RMHIT University.
Melbourne.
Pelczar M. J., Chan, E. C. S., 1986. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jilid I. Hadioetomo,
Imas R. S. T., Tjictosomo S. S., penerjemah. Jakarta: UI Press. hlm. 443.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar –
Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Romimohtarto Kasijan. 2007.
Biologi Laut. Djambatan, Jakarta.
Stephenson, F. H. 2003. Calculation for Molecular and
Biology Biotechnology. Academic Press. New York.
Suhartono, M. T., 1989.
Enzim dan Bioteknologi. Bogor: PAU IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Absorbansi Optical Density
Pertumbuhan Bakteri Selulosa dan
Aktivitas CMCase dari Sampel PMP 0126 Y
Concentration of Glucose
|
Nilai Absorbansi 600
Nanometer
|
Standard Factor ( SF)
|
Average Of SF
|
CMCase Activity (IU/ ml/
Minute)
|
||
Abs - 1
|
Abs - 2
|
Abs. Rerata
|
||||
0
|
0.017
|
0.017
|
0.017
|
0
|
0.144660281
|
|
0.2
|
2.806
|
2.74
|
2.773
|
0.072124053
|
||
0.4
|
3.407
|
3.321
|
3.364
|
0.118906064
|
||
0.6
|
3.475
|
3.527
|
3.501
|
0.171379606
|
||
0.8
|
3.511
|
3.585
|
3.548
|
0.225479143
|
||
1
|
3.521
|
3.62
|
3.5705
|
0.280072819
|
||
Jam Ke
|
Absorbansi 600 Nanometer
|
Aktivitas
Glukosa Standar (U/ml)
|
||||
PMP 1
|
PMP 2
|
Abs. Rerata
|
||||
0
|
0.265
|
0.307
|
0.2860
|
0.0413730
|
||
3
|
0.358
|
0.478
|
0.4180
|
0.0604680
|
||
6
|
0.494
|
0.576
|
0.5150
|
0.0745000
|
||
8
|
0.544
|
0.625
|
0.5845
|
0.0845540
|
||
11
|
0.562
|
0.683
|
0.6225
|
0.0900510
|
||
13
|
0.59
|
0.716
|
0.6530
|
0.0944630
|
||
15
|
0.635
|
0.765
|
0.6500
|
0.0940290
|
||
17
|
0.644
|
0.755
|
0.6995
|
0.1011900
|
||
22
|
0.653
|
0.774
|
0.7135
|
0.1032150
|
||
25
|
0.663
|
0.821
|
0.7420
|
0.1073880
|
||
27
|
0.673
|
0.841
|
0.7570
|
0.1087850
|
||
29
|
0.683
|
0.845
|
0.7640
|
0.1105200
|
||
31
|
0.739
|
0.87
|
0.8045
|
0.1163790
|
||
36
|
0.789
|
0.899
|
0.8445
|
0.1220930
|
||
40
|
0.81
|
0.924
|
0.8670
|
0.1254200
|
||
42
|
0.833
|
0.974
|
0.9035
|
0.1307010
|
||
44
|
0.825
|
0.974
|
0.8995
|
0.1301220
|
||
47
|
0.842
|
0.985
|
0.9135
|
0.1321470
|
||
50
|
0.822
|
0.997
|
0.9095
|
0.1315690
|
||
53
|
0.864
|
0.98
|
0.9220
|
0.1333770
|
||
56
|
0.919
|
0.989
|
0.9540
|
0.1380060
|
||
58
|
0.921
|
1.013
|
0.9670
|
0.1398860
|
||
60
|
0.909
|
1.012
|
0.9605
|
0.1389460
|
||
62
|
0.937
|
1.014
|
0.9755
|
0.1411160
|
||
64
|
0.927
|
1.02
|
0.9735
|
0.1408270
|
||
68
|
0.958
|
1.003
|
0.9805
|
0.1418390
|
||
96
|
0.867
|
0.848
|
0.8575
|
0.1240460
|
||
98
|
0.85
|
0.868
|
0.8590
|
0.1242630
|
||
119
|
0.848
|
0.849
|
0.8485
|
0.1227440
|
||
124
|
0.837
|
0.839
|
0.8380
|
0.1212250
|
||
128
|
0.837
|
0.827
|
0.8320
|
0.1203570
|
||
133
|
0.844
|
0.835
|
0.8395
|
0.1214420
|
||
137
|
0.837
|
0.837
|
0.8370
|
0.1210810
|
Lampiran 2. Nilai Absorbansi Uji Aktivitas
Enzim Selulase dari
Sampel
PMP 0126 Y
Jam Ke
|
Nilai Absorbansi 550 Nanometer
|
Aktivitas Enzim Selulase
(IU/ml)
|
||
PMP 1
|
PMP 2
|
Abs. Rerata
|
||
0
|
0.116
|
0.099
|
0.1075
|
0.000040
|
3
|
0.080
|
0.083
|
0.0815
|
0.000030
|
6
|
0.108
|
0.116
|
0.1120
|
0.000041
|
8
|
0.110
|
0.102
|
0.1060
|
0.000039
|
11
|
0.124
|
0.109
|
0.1165
|
0.000043
|
13
|
0.122
|
0.129
|
0.1255
|
0.000046
|
15
|
0.101
|
0.083
|
0.0920
|
0.000034
|
17
|
0.105
|
0.104
|
0.1045
|
0.000039
|
22
|
0.133
|
0.115
|
0.1240
|
0.000046
|
25
|
0.112
|
0.109
|
0.1105
|
0.000041
|
27
|
0.125
|
0.085
|
0.1050
|
0.000039
|
29
|
0.110
|
0.120
|
0.1150
|
0.000043
|
31
|
0.103
|
0.113
|
0.1080
|
0.000040
|
36
|
0.084
|
0.094
|
0.0890
|
0.000033
|
40
|
0.110
|
0.129
|
0.1195
|
0.000044
|
42
|
0.118
|
0.157
|
0.1375
|
0.000051
|
44
|
0.123
|
0.148
|
0.1355
|
0.000050
|
47
|
0.124
|
0.078
|
0.1010
|
0.000037
|
50
|
0.135
|
0.120
|
0.1275
|
0.000047
|
53
|
0.130
|
0.114
|
0.1220
|
0.000045
|
56
|
0.110
|
0.101
|
0.1055
|
0.000039
|
58
|
0.127
|
0.112
|
0.1195
|
0.000044
|
60
|
0.130
|
0.140
|
0.1350
|
0.000050
|
62
|
0.132
|
0.147
|
0.1395
|
0.000052
|
64
|
0.135
|
0.146
|
0.1405
|
0.000052
|
68
|
0.113
|
0.141
|
0.1270
|
0.000047
|
96
|
0.127
|
0.161
|
0.1440
|
0.000053
|
98
|
0.109
|
0.191
|
0.1500
|
0.000056
|
119
|
0.112
|
0.159
|
0.1355
|
0.000050
|
124
|
0.139
|
0.134
|
0.1365
|
0.000051
|
128
|
0.144
|
0.189
|
0.1665
|
0.000062
|
133
|
0.111
|
0.159
|
0.1350
|
0.000050
|
137
|
0.122
|
0.207
|
0.1645
|
0.000061
|
Lampiran
3. Nilai Absorbansi Uji Protein Lowry dari Sampel PMP 0126 Y
Jam Ke
|
Nilai Absorbansi 540 Nanometer
|
||
PMP 1
|
PMP 2
|
Abs. Rerata
|
|
0
|
0.081
|
0.096
|
0.0850
|
3
|
0.120
|
0.100
|
0.1100
|
6
|
0.161
|
0.134
|
0.1475
|
8
|
0.121
|
0.116
|
0.1185
|
11
|
0.134
|
0.090
|
0.1120
|
13
|
0.127
|
0.080
|
0.1035
|
15
|
0.215
|
0.092
|
0.1535
|
17
|
0.233
|
0.134
|
0.1835
|
22
|
0.089
|
0.136
|
0.1125
|
25
|
0.088
|
0.679
|
0.3835
|
27
|
0.078
|
0.119
|
0.0985
|
29
|
0.044
|
0.137
|
0.0905
|
31
|
0.112
|
0.118
|
0.1150
|
36
|
0.075
|
0.142
|
0.1085
|
40
|
0.075
|
0.100
|
0.1750
|
42
|
0.047
|
0.098
|
0.0725
|
44
|
0.052
|
0.120
|
0.0860
|
47
|
0.047
|
0.118
|
0.0825
|
50
|
0.052
|
0.198
|
0.1250
|
53
|
0.033
|
0.223
|
0.1280
|
56
|
0.050
|
0.115
|
0.0825
|
58
|
0.026
|
0.086
|
0.0560
|
60
|
0.079
|
0.142
|
0.1105
|
62
|
0.035
|
0.117
|
0.0760
|
64
|
0.026
|
0.094
|
0.0600
|
68
|
0.032
|
0.310
|
0.1710
|
96
|
0.033
|
0.108
|
0.0705
|
98
|
0.045
|
0.162
|
0.1035
|
119
|
0.048
|
0.101
|
0.0745
|
124
|
0.035
|
0.078
|
0.0565
|
128
|
0.048
|
0.125
|
0.0865
|
133
|
0.119
|
0.091
|
0.1050
|
137
|
0.037
|
0.144
|
0.0905
|
Lampiran 4. Tabel Pengaruh pH
dan Suhu Terhadap Aktivitas
Enzim Selulase
Tabel Pengaruh pH Terhadap
Aktivitas Enzim Selulase
Sampel
|
Pengulangan
|
||
1
|
2
|
Rata - Rata
|
|
pH 3
|
0.083
|
0.085
|
0.084
|
pH 4
|
0.124
|
0.106
|
0.115
|
pH 5
|
0.095
|
0.084
|
0.0895
|
pH 6
|
0.117
|
0.106
|
0.1115
|
pH 7
|
0.136
|
0.133
|
0.1345
|
pH 8
|
0.113
|
0.106
|
0.1095
|
pH 9
|
0.085
|
0.132
|
0.1085
|
Tabel Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim
Selulase
Suhu
|
PMP 0126 Y
|
||
1
|
2
|
Abs. Rerata
|
|
30 ⁰C
|
0.079
|
0,078
|
0.087000
|
40 ⁰C
|
0.085
|
0.085
|
0.090333
|
50 ⁰C
|
0.133
|
0.115
|
0.117667
|
60 ⁰C
|
0.111
|
0.108
|
0.108333
|
70 ⁰C
|
0.116
|
0.113
|
0.118667
|
80 ⁰C
|
0.164
|
0,165
|
0.154667
|
Lampiran 5. Pembuatan DNS Reagen
dan Reagen Citrat Phosphate Buffer
Pembuatan DNS Reagent (Volume 1000 ml)
Natrium kalium tatrate
(NaKC4H4O6) 18, 2 %
Natrium hidroksida (NaOH) 1 %
Dinitrosalicylic (DNS) 1 %
Natrium sulfat (NaSO4) 0,05 %
Phenol 0,2 %
Aquades 1000 ml
Setelah
dilarutkan di dalam 1000 ml aquades, selanjutnya DNS reagent dipindahkan ke
dalam botol coklat dan disimpan di dalam refrigerator pada suhu 4oC.
Citrat
Phosphate Buffer
Citrat acid (C6H8O7) 0, 3708 %
Dinatrium phospat (Na2PO4) 2,932
%
Aquades 100 ml.
Setelah semua bahan ditimbang dan
dilarutkan dalam 60 ml aquades, selanjutnya setarakan larutan tersebut hingga
pH 5,0 dan tambahkan aquades hingga volume akhir mencapai 100 ml.
Lampiran 6. Pembuatan Reagen
Lowry dan Reagen Follin Concetteau
Reagen
Lowry :
Pewarna
A (Alkaline solution untuk 500 ml)
Natrium
hidroksida (NaOH) 0,592 %
Dinatrium
karbonat (Na2CO3) 2,8617
%
Aquades 500 ml
Bahan –
bahan ditimbang. Selanjutnya aquades ditambahkan dan aduk hingga homogen.
Pewarna
B (Alkaline cupper sulfat untuk 100 ml)
Kupri sulfat (CuSO4) 1,4232 %
Aquades 100
ml
CuSO4 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas,
selanjutnya tambahkan aquades dan aduk
hingga homogen.
Pewarna C (Natrium tatrate solution untuk 100 ml)
Natrium
kalium tatrate (NaKC4H4O6) 2, 853
%
Aquades 100
ml
NaKC4H4O6 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas,
selanjutnya tambahkan aquades sebanyak 100 ml dan aduk hingga homogen.
Reagen
Follin Concetteau :
Follin 100
ml
Aquades 100
ml
Larutan
Follin sebanyak 100 ml dicampur dengan aquades sebanyak 100 ml dan aduk hingga
homogen.
Lampiran
7. Pembuatan Larutan Buffer untuk Penentuan pH Optimum Enzim Selulase
Larutan A :
Citrat acid (C6H8O7) 0,507 %
Milique water 100 ml
C6H8O7 ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker gelas,
selanjutnya ditambahkan milique water sebanyak 100 ml. Larutan kemudian diaduk hingga homogen.
Larutan
B :
Dinatrium hidrogen pospat (Na2HPO4) 26, 809 %
Milique water 100
ml
Na2HPO4 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas,
selanjutnya ditambahkan milique water sebanyak
100 ml. Kemudian diaduk hingga larutan homogen.
Tabel Komposisi Larutan Buffer untuk pH 3 - 8
pH
|
A (ml)
|
B (ml)
|
3
|
31,78
|
8,22
|
4
|
24,58
|
15,42
|
5
|
19,40
|
20,60
|
6
|
14,74
|
25,26
|
7
|
7,06
|
32,94
|
8
|
1,10
|
38,90
|
Pembuatan larutan buffer untuk pH 9
Larutan A :
Asam borat
(H3BO3) 6,1845 %
Kalium klorida (KCl) 7,4555 %
Milique water 100
ml
Bahan –
bahan ditimbang. Selanjutnya masukkan bahan – bahan ke dalam beker gelas dan
tambahkan milique water sebanyak 100 ml. Kemudian aduk hingga larutan homogen.
Larutan B
Natrium
hidroksida (NaOH) 0,8 %
Milique
water 200
ml.
NaOH
ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker gelas. Selanjutnya milique water
sebanyak 200 ml ditambahkan ke dalamnya. Kemudian aduk hingga larutan homogen.
Larutan
C : Milique water.
pH 9 : 50 ml
A + 21,4 ml B + 128,6 ml C
Tidak ada komentar:
Posting Komentar