Minggu, 11 Januari 2015

Karakteristik Parsial Enzim Selulase dari Mikroba Asal Limbah Pengolahan Rumput Laut Gracillaria sp.


KARAKTERISASI PARSIAL ENZIM SELULASE DARI MIKROBA ASAL LIMBAH PENGOLAHAN RUMPUT LAUT Gracillaria sp


TUGAS AKHIR


Oleh :

Rina Erfina Tupan
NIRM : 225 706 107 004




PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
PROGRAM DIPLOMA III
POLITEKNIK PERIKANAN NEGERI TUAL 
2010 

BAB I.
PENDAHULUAN


1.1.     Latar Belakang
Wilayah negara Indonesia yang terbentang dari 6o08’ LU hingga 11o15’ LS, dan dari 94o45’ BT hingga 141o05’ BT., merupakan negara kepulauan terbesar kedua di dunia setelah Kanada, yang memiliki 17.504 pulau  dengan garis pantai 81.000 Km2 serta luas lautan sebesar 5,8 juta Km2 yang menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah dari perairan Indonesia berupa hayati dan non hayati yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang aman dan sejahtera  (DKP dalam Wikipedia, 2010).
Potensi rumput laut yang semakin meningkat dikalangan masyarakat telah mendorong berbagai industri untuk memanfaatkan limbah dari pengolahan rumput laut. Hal ini didukung dengan potensi rumput laut Indonesia pada tahun 2007 yang mencapai 1.343.700 ton (DKP, 2008).
Pemanfaatan limbah rumput laut yang telah dilakukan selama ini yaitu pemanfaatan menjadi makanan ternak, pupuk organik, pembuatan kertas, sumber bioenergi. Seperti yang diketahui bahwa kandungan terbesar dalam rumput laut adalah selulosa sehingga pemanfaatan yang dilakukan terhadap limbah rumput laut dari jenis Gracillaria sp., untuk menghasilkan enzim selulase.
Enzim selulase adalah kelompok enzim yang memilki kemampuan untuk menghidrolisis selulosa yang tak dapat larut agar dapat memproduksi oligosakarida yang dapat larut. Selulosa yang banyak terdapat di alam merupakan suatu cara pemanfaatan yang optimal terhadap produksi dan karakterisasi enzim selulase yang dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan rumput laut yang sedang meningkat.
  Dari produksi dan karakterisasi enzim selulase yang dilakukan maka akan diketahui bahwa limbah dari rumput laut Gracillaria sp., dapat diaplikasikan dalam berbagai jenis industri yang berbeda.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Penulisan tugas akhir ini bertujuan yaitu, untuk mengetahui kondisi optimum enzim selulase dari limbah pengolahan rumput laut Gracillaria sp., terhadap pH dan suhu yang berbeda.
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini diharapkan agar dapat memberikan informasi mengenai kondisi optimum enzim selulase dari isolat PMP 0126 Y yang berasal dari mikroba asal limbah pengolahan rumput laut Gracillaria sp.,  agar dapat diaplikasikan ke dalam dunia industri.

1.3.     Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek kerja dilaksanakan mulai dari tanggal 1 April sampai 1 Juni 2010, bertempat pada Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan  (BBRP2B) KKP – Jakarta.

























BAB  II.
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Enzim
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Unit ini bekerja dengan urutan yang teratur. Enzim mengkatalis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana (Lehninger, 1993).
Enzim berfungsi sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia. Sebagian enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan karena perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap (Wikipedia(a), 2010).
Sebagian enzim yang diproduksi oleh mikroba bersifat ekstraseluler, artinya disekresi keluar sel. Enzim – enzim ekstraseluler relatif lebih mudah dipisahkan, sedangkan enzim intraseluler memerlukan perlakuan khusus untuk membuka dinding membran sel (Pelczar dan Chan, 1986).
Pada reaksi yang dikatalis oleh enzim, molekul awal reaksi tersebut sebagai substrat dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul yang berbeda, yang disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat – zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi (Wikipedia(a), 2010).
Kerja enzim dimulai saat molekul enzim berikatan dengan substrat, kemudian mengubahnya menjadi produk dalam waktu yang singkat. Produk tersebut selanjutnya dilepaskan kembali. Enzim yang telah bebas dapat dipakai untuk mengikat molekul substrat lainnya (Suhartono, 1989). Kerja enzim dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1.  Cara kerja enzim (Wikipedia(a), 2010)

Enzim sebagai biokatalisator memiliki sifat – sifat tertentu selain sifat alamiah protein yang menyusun enzim, seperti kondisi yang sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, pelarut, dan faktor – faktor lingkungan lainnya. Pengaruh suhu pada reaksi enzimatis merupakan fenomena yang kompleks. Reaksi enzim yang umumnya terdiri dari beberapa tahapan reaksi mengakibatkan respon enzim terhadap suhu pada tiap tahapan reaksi menjadi berbeda (Suhartono, 1989).
Enzim dapat meningkatkan kecepatan reaksi tanpa mengubah dirinya sendiri. Enzim dapat terikat secara kovalen dengan substrat untuk sementara waktu dalam reaksi kimia, tetapi pada akhir reaksi enzim dapat menjadi bahan dan dibentuk kembali dengan sifat – sifat yang sama seperti sebelum terjadi reaksi dengan substrat. Jadi, molekul enzim tidak berubah sifatnya (Suhartono, 1989).
Enzim berfungsi sebagai katalis dalam proses biokimia dalam sel maupun di luar sel. Enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada tanpa enzim. Selain itu enzim juga memiliki sifat yaitu bekerja secara spesifik terhadap suatu substrat tertentu (Poedjiadi, 1994).
Sifat lain dari enzim adalah kemampuannya untuk tidak mengubah konstanta kesetimbangan reaksi kimia. Enzim hanya meningkatkan kecepatan reaksi menuju keadaan seimbang, sehingga sifat – sifat termodinamika sistem tidak berubah. Molekul enzim sangat selektif walaupun spesifitasnya beragam. Beberapa enzim juga memiliki spesifitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu, dan tidak akan bekerja terhadap molekul yang amat serupa (Wikipedia(a), 2010).

2.2.   Enzim Selulase
Selulase adalah kelompok enzim hidrolitik yang memiliki kemampuan untuk menghidrolisis selulosa yang tak dapat larut agar dapat memproduksi oligosakarida yang dapat larut. Selulase adalah enzim modular yang memiliki komposisi yang sangat bebas untuk membentuk lipatan, struktur dan fungsi tersendiri yang biasa disebut domain unit (Klyosiv, 1995; Mai et al., 2004).
Enzim selulase memiliki aplikasi yang sangat luas yang dapat digunakan dalam industri seperti industri kimia, tekstil, makanan dan farmasi. Di industri makanan, enzim selulase digunakan didalam ekstraksi jus dan minyak, mengetahui tingkat gelatisitas dari rumput laut, perlakuan awal pada fermentasi kacang kedelai, isolasi kanji yang berasal dari jagung dan kentang manis (Bhat dan Bhat, 1997; Nazareth dan Sampy, 2003; Mosier et al., 2005). Di industri bahan bakar dan kimia, arus aplikasi dalam produksi etanol dan komoditi produk lainnya yang berasal dari biomassa selulotik (Himmel et al., 1999; Lynd et al., 2002). Di industri kertas, enzim selulase digunakan didalam memperhalus bubur kertas dan daur ulang kertas bekas (Niranjane, 2006). Di industri tekstil, enzim selulase digunakan sebagai agen untuk modifikasi permukaan serat dan tenunan kain, yang terpenting adalah enzim selulase dapat digunakan untuk memperbaiki warna dan tingkat kecerahan  dari serat kain  dengan cara mengembalikan dan memperbarui permukaan serat dengan mengeluarkan serat – serat halus dan bulu – bulu pada kain yang berserat. Di tempat industri bir dan anggur, enzim selulase digunakan untuk memperkuat aroma bir dan anggur (Beguin dan Albert, 1994). Dalam industri farmasi, enzim selulase digunakan sebagai pemisah enantiomers yang berasal racemic campuran narkoba (Niranjane, 2006).




2.4.   Rumput Laut Gracilaria sp.
Istilah Algae atau rumput laut pertama kali diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1754. Ada tiga divisi alga laut yaitu Cholorophyta (900 spesies), Phaeophyta (1000 spesies), dan Rhodophyta (2500 spesies).  Rumput laut atau Algae adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Rumput laut bahkan dianggap tidak memiliki organ seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya) karena itu, rumput laut pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus (Wikipedia(b), 2010).
Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4 kelas (Romimohtarto, 2007), yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau), Chyanophyceae (ganggang biru-hijau).
Rumput laut Gracillaria sp, dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan taksonomi Gracillaria sp, yaitu sebagai berikut :
Divisio  : Rhodophyta
Kelas     : Rhodophyceae
Bangsa  : Gigantinales
Suku      : Gracillariaceae
Marga    : Gracillaria
Spesies  : G. gigas, G. verrucosa, G. lichenoides


 








Gambar 2. Rumput laut Gracillaria sp. (Wikipedia(b), 2010)

Kraft et al. (1981) menyatakan bahwa divisi Rhodophyta diperkirakan sekitar 4.100 spesies di dalam 675 genus. Arad dan Yaron (1992), melaporkan bahwa diantara jenis alga merah tersebut terdapat 344 spesies yang bernilai ekonomi sebagai makanan untuk manusia dan hewan, pupuk, untuk medis atau farmasi dan juga dapat digunakan untuk industri.

2.5. Karakterisasi Enzim
Karakterisasi enzim sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Karakterisasi enzim bertujuan untuk mengetahui aktifitas enzim pada kondisi lingkungan yang paling mendukung. Dengan menggunakan enzim pada kondisi optimumnya maka enzim akan bekerja lebih optimal dan efisien. Karakterisasi enzim biasanya menggunakan perbedaan pH, suhu, ketahanan panas, pengaruh ion logam, inhibitor, dan aditif serta spesifikasi substrat. Disamping itu juga dianalisa mengenai konsentrasi amonium sulfat untuk pemekatan enzim (Ali, 2009).
Setiap enzim memiliki kisaran pH optimum dimana enzim menunjukan aktivitas maksimum dengan stabilitas tinggi. Nilai pH optimum dapat dihubungkan dengan perubahan ionisasi dalam gugus ionik pada sisi aktif sehingga konformasi sisi aktif menjadi lebih efektif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. Karena setiap enzim memliki pH optimum yang khas maka aplikasinya akan efisien pada pH tersebut.
Reaksi enzimatis sama dengan reaksi kimia secara umum, dimana nilai dari reaksi katalisnya akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Pada umumnya reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan adanya peningkatan suhu sebesar 10C. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan energi kinetik enzim akibat gerakan vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan juga substrat akan semakin besar sehingga kemungkinan keduanya akan bertumbukan akan semakin besar, dengan demikian aktivitas enzim akan semakin meningkat sampai pada suhu optimum enzim.



BAB  III.
METODOLOGI

3.1.     Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Alat – alat yang digunakan dalam kegiatan karakterisasi parsial enzim selulase dari mikroba asal limbah pengolahan rumput laut Gracillaria sp., adalah sebagai berikut : Aluminium foil, autoclave, beker gelas, botol Duran, bunsen, eppendorf, erlemenyer, vorteks, gelas ukur, labu ukur, inkubator, jarum ose, kapas, kertas coklat, kertas label, kertas saring, kompor listrik, laminar, mikrosentrifuge, oven, pengaduk, penunjuk waktu, petri disk, kertas pH, pipet mikro, plastik steril, rak eppendorf, rak tabung reaksi, refrigerator, shaker inkubator, specterofotometer, tabung reaksi, timbangan, tip mikro, tissue, waterbath, wadah penampungan es.

3.1.2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam kegiatan produksi dan karakterisasi parsial enzim selulase dari mikroba asal limbah rumput laut Gracillaria sp, adalah sebagai berikut : Sampel Pameungpeak 0126 Yellow (PMP 0126 Y), alkohol, amonium nitrat (NH4NO3), aquades (H2O), milique water, asam klorida (HCl), asam sitrat (HPO4), bakteriological agar (Agar No.1), kalsium diklorida (CaCl2), carboxymetil cellulosa (CMC), citrid acid (C6H8O7), dikalium hidrogen pospat (K2HPO4), dinitrosalicylic (DNS), fero sulfat (FeSO4), asam borat (H3BO3), folin komersial, kalium dihydrogen phospate (KH2PO4), kupri sulfat (CuSO4), kupri sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O), magnesium sulfat (MgSO4), mangan (II) sulfat monohidrat (MnSO4), natrium klorida (NaCl), natrium hidroksida (NaOH), natrium kalium tatrate (NaKC4H4O6), dinatrium karbonat (Na2CO3), dinatrium pospat (Na2PO4), natrium sulfat (NaSO4), phenol, yeast extract dan es curah.


3.2.    Metode Pengumpulan Data
3.2.1.  Praktek Kerja
Pengumpulan data yang berupa data primer adalah data – data yang didapatkan selama magang kerja di Laboratorium Bioteknologi BBRP2B  KKP – Jakarta.

3.2.2.   Kepustakaan
Sumber data yang dipakai untuk melengkapi sumber data primer yaitu, referensi yang bersumber dari buku, majalah, jurnal, prosiding dan sumber elektronik.

3.3.  Prosedur Kerja
3.3.1.   Penyiapan Media Padat Volume 200 ml (BBRP2B, 2000)
1.   Bahan – bahan seperti KH2PO4 0,2 gram, K2HPO4  0, 229 gram, MgSO4 0,1 gram, NaCl 0,1 gram, CaCl2 0,1 gram, yeast extract 0,4 gram, FeSO4 0,002 gram, MnSO4 0,002 gram, NH4NO3 0,06 gram, ditimbang.
2.   Bahan – Bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam beker gelas ukuran 500 ml dan ditambahkan  aquades sebanyak 50 ml.
3.   Media tersebut kemudian diaduk menggunakan spatula hingga homogen. Selanjutnya sebanyak 2,4 gram CMC ditimbang,  dan ditambahkan aquades yang telah didihkan sebanyak 100 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk dengan menggunakan spatula sampai homogen dan tidak menggumpal.
4.   Selanjutnya, bacteriological agar sebanyak 2,4 gram ditimbang dan tambahkan aquades sebanyak 50 ml. Aduk hingga homogen.
5.   Kemudian CMC cair dan bacteriological agar dimasukkan ke dalam beker gelas yang sebelumnya telah berisi larutan dari bahan – bahan pertama. Larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen.
6.   Larutan tersebut kemudian dituang ke dalam botol duran ukuran 500 ml dan selanjutnya dimasukkan ke dalam autoclave untuk disterilisasi pada suhu 121oC selama 1 jam.
7.   Larutan agar tersebut kemudian dibiarkan hingga hangat dan selanjutnya dituang sebanyak ± 14 sampai 20 ml ke dalam masing – masing petri dish.
8.   Larutan tersebut kemudian dibiarkan hingga membeku atau memadat, dan selanjutnya media padat siap untuk digunakan.

3.3.2.   Penyegaran Isolat PMP 0126 Y
1.  Isolat PMP 0126 Y yang sebelumnya telah disimpan dalam refrigerator dikeluarkan.
2.  Jarum ose yang akan digunakan disterilisasi dengan cara dicelupkan ke dalam alkohol, dan dipanaskan di atas pembakar bunsen, selanjutnya jarum dibiarkan beberapa saat hingga dingin.
3.  Dengan menggunakan jarum ose, angkat sebagian bakteri yang ada pada sampel kemudian goreskan ke atas permukaan petri dish yang berisi media CMC padat. Selanjutnya petri dish diinkubasi dalam inkubator 37oC selama ± 2 hari.

3.3.3.   Pembuatan Media Starter untuk Perkembangbiakan Bakteri Selulosa (Volume 100 ml).

1.   Bahan – bahan ditimbang sebagai berikut :  KH2PO4 0,1 gram, K2HPO4 0,145 gram, MgSO4 0,05 gram, NaCl 0,05 gram, CaCl2 0,05 gram, yeast extract 0,2 gram, FeSO4 0,001 gram, MnSO4 0,001 gram, NH4NO3 0,003 gram.
2.   Kemudian bahan – bahan tersebut dimasukan ke dalam beker gelas ukuran 250 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 50 ml.
3.   Larutan tersebut kemudian diaduk menggunakan spatula hingga homogen.
4.   Sebanyak 2,4 gram CMC ditimbang dan ditambahkan aquades yang telah didihkan sebanyak 50 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk  dengan menggunakan spatula sampai homogen dan tidak menggumpal.
5.   Larutan kemudian dituang ke dalam botol duran ukuran 500 ml dan disterlisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 1  jam.
6.   Selanjutnya larutan diinkubasi dalam shaker inkubator selama 1 hari.

3.3.4.    Pembuatan Media Produksi Enzim Selulase

Pembuatan Media Carboxymetil Cellulosa (CMC) Cair untuk Perkembangbiakan Bakteri dan Kontrol Media.

1.     Bahan – bahan ditimbang sebagai berikut : KH2PO4 1 gram, K2HPO4 1,145 gram, MgSO4 0,5 gram, NaCl 0,5 gram, CaCl2 0,5 gram, yeast extract 2 gram, FeSO4 0,01 gram, MnSO4 0,01 gram, NH4NO3 0,03 gram.
2.     Kemudian bahan – bahan tersebut dimasukan ke dalam beker gelas ukuran 500 ml dan  aquades sebanyak 250 ml ditambahkan ke dalam beker gelas tersebut.
3.     Media diaduk menggunakan spatula hingga homogen.
4.     Sebanyak 12 gram CMC ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker gelas yang berukuran 1000 ml dan ditambahkan aquades yang telah didihkan sebanyak 750 ml.
5.     Larutan tersebut dituang secara perlahan dan diaduk dengan menggunakan spatula sampai homogen.
6.     Kemudian larutan tersebut dituang ke dalam beker gelas yang berisi larutan pertama. Media kemudian diaduk hingga homogen dan tidak menggumpal. 
7.     Media kemudian dituang ke dalam 2 botol duran ukuran 1000 ml dengan volume larutan masing – masing 500 ml.
8.     Selanjutnya media disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121oC selama 1 jam.

3.3.5.   Penanaman Bakteri ke Dalam Starter
1.     Sebanyak 2 ose bakteri yang sebelumnya telah disegarkan pada petri dish diambil dengan menggunakan jarum ose yang telah disterilkan.
2.     Selanjutnya bakteri dimasukkan ke dalam media starter.
3.     Kemudian media starter dihomogenkan dengan cara digoyang.

3.3.6.   Kurva Pertumbuhan Bakteri Selulosa dari Sampel PMP 0126 Y dengan  Optical Density.

1.    Sebanyak 6 ml dari salah satu media CMC cair dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk dijadikan kontrol media.
2.   Media starter yang telah ditanamkan bakteri dipipet sebanyak masing – masing 50 ml ke dalam botol duran PMP 1 dan PMP 2 yang berisi larutan CMC cair volume 500 ml. Kegiatan ini dilakukan secara aseptis.
3.   Setiap interval waktu tertentu dilakukan sampling dengan cara : Media sebanyak 6 ml dipipet dari masing – masing botol duran  dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
4.   Tabung reaksi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer pada 600 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan.
5.   Selanjutnya dibuat kurva hubungan antara waktu inkubasi dan nilai optical density yang menggambarkan pertumbuhan bakteri selulosa dan aktivitas CMCase yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk mendapatkan aktivitas CMCase pada sampel maka dipakai persamaan sebagai berikut :
Standar Factor (SF)          = Concentration of Glukosa / Abs. 600 nm
Average of SF                  = Total SF / n SF
CMCase Activity             = Abs. 600 nm x Average of SF

3.3.7.     Pemisahan Pelet dan Supernatan untuk Menghasilkan Ekstrak Kasar Enzim Selulase.

1.   Sampel yang telah diuji optical density kemudian dipindahkan ke dalam eppendorf (1 tabung reaksi = 3 eppendorf).
2.   Sampel – sampel tersebut kemudian disentrifuse pada 12.000 rpm, selama 5 menit pada suhu 5oC.
3.   Selanjutnya, sampel dipisahkan antara pelet dan supernatannya.
4.   Supernatan kemudian dituang ke dalam eppendorf yang steril dan diatur pada rak eppendorf sesuai dengan kode sampel dan waktu sentrifusenya.
5.   Selanjutnya, supernatan disimpan dalam refrigerator pada suhu dingin (5oC). Supernatan inilah yang disebut ekstrak kasar enzim selulase.

3.3.8.      Uji Aktivitas Enzim Selulase (Mandels et al., 1976)

1.      Sebanyak 1 ml enzim, 2 ml citrate phospate buffer 0,1 M dan 3 ml DNS reagen dipipet dengan menggunakan mikro pipet dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2.      Tabung reaksi kemudian dimasukkan ke dalam beker gelas yang berisi air panas yang dididihkan di atas kompor selama 15 menit.
3.      Selanjutnya, sebanyak 1 ml NaKC4H4O6 40% dipipet dan dimasukkan ke dalam sampel.
4.      Selanjutnya, sampel didiamkan selama 15 menit dan dihomogenkan dengan cara divorteks.
5.      Kemudian tabung reaksi dimasukkan ke dalam spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai absorbansi uji aktivitas enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 2.
6.      Dengan persamaan Mandels et al. 1976,  hitung aktivitas spesifik enzim selulase dengan cara sebagai berikut :
    Aktivitas Enzim Selulase =
Kadar glukosa x Faktor pengenceran
Berat molekul glukosa x Waktu inkubasi

Keterangan :

Satu unit enzim selulase adalah jumlah dari enzim yang melepaskan
µmol glukosa dalam satu menit pada kondisi pengujian.
Faktor pengenceran           = 1
Berat molekul glukosa       = 180
Waktu inkubasi                  = 15 menit


3.3.9.      Uji Protein Lowry (Bollag dan Edelstein, 1991).
1.      Sebanyak 0,1 ml enzim dan 0,9 ml pewarna Lowry dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan didiamkan selama 15 menit
2.      Sebanyak 3 ml pewarna Folin ditambahkan ke dalam sampel dengan cara dipipet dan didiamkan selama 45 menit.
3.      Selanjutnya tabung reaksi dimasukkan ke dalam spektrofotometer pada 540 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai absorbansi uji protein Lowry dapat dilihat pada Lampiran 3.
                
3.3.10.   Karakterisasi Enzim Selulase (Enzim Kasar)
1)   Penentuan pH Optimum Enzim Selulase (Niranjane, 2006)
1.      Sebanyak 1 ml enzim selulase, 1 ml citrat pospat buffer dan 1 ml substrat CMC 1% dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2.      Sampel – sampel tersebut kemudian diinkubasi dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 60 C.
3.      Selanjutnya sebanyak 2 ml DNS reagen dipipet dan ditambahkan ke dalam sampel dan diinkubasi dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 60 C.
4.      Selanjutnya, sebanyak 1 ml NaKC4H4O6 40% dipipet dan ditambahkan ke dalam sampel dan kemudian dihomogenkan dengan cara divorteks.
5.      Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai yang ditampilkan. Nilai absorbansi pH optimum enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.      Pengujian terhadap optimasi pH pada enzim selulase untuk pH 4 - 9 dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pH 3 dengan mengubah citrat buffer pH.

2) Penentuan Suhu Optimum Enzim Selulase (Niranjane, 2006).
1.      Sebanyak 1 ml enzim,  1 ml citrat buffer pH 5 dan 1 ml substrat CMC 1% dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2.      Inkubasi sampel tersebut di dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 30 oC.
3.   Selanjutnya, sebanyak 2 ml DNS reagent ditambahkan dan diinkubasi di dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 30 oC.
4.   Selanjutnya, pipet 1 ml NaKC4H4O6 40%  untuk ditambahkan ke dalam sampel.
5.   Sampel kemudian dihomogenkan dengan cara divorteks. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi sampel pada spektrofotometer pada 550 nanometer dan catat nilai absorbansi yang ditunjukan. Nilai absorbansi suhu optimum enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.   Pengujian terhadap optimasi suhu pada enzim selulase untuk suhu 40oC – 80oC dilakukan dengan cara yang sama seperti pada suhu 30oC, hanya mengubah suhu pada waterbath.
 
 
3.4.    Metode Analisa Data
Metode analisa data yang dipakai dalam pengolahan data yaitu, metode statistik deskripsi yang berupa perhitungan dengan menggunakan statistik dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik yang selanjutnya dideskripsikan.












BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.  Penyegaran Isolat PMP 0126 Y dengan Cara Gores
Hasil penyegaran yang dilakukan pada isolat dari rumput laut Gracillaria sp., yang berasal dari limbah pengolahan rumput laut yang terdapat di daerah Pameungpeak dengan nama isolat PMP 0126 Y, dilakukan dengan cara pengambilan satu ose dan selanjutnya digoreskan ke dalam media agar yang kemudian diinkubasi selama ± 2 hari, maka akan terlihat seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Isolat yang telah disegarkan

Pengamatan isolat PMP 0126 Y pada hari pertama menunjukan bahwa bakteri baru sedikit mengeluarkan enzim selulase, baru pada pengamatan hari kedua telah tampak adanya enzim selulase yang dikeluarkan oleh bakteri pada isolat tersebut. Dari hasil pengamatan juga terlihat bahwa enzim yang dihasilkan bersifat ekstraseluler sehingga lebih mudah dipisahkan dari substratnya.
Hal ini terjadi karena pada periode awal inkubasi, bakteri masih mampu memanfaatkan sumber karbon dan nitrogen dari media, karena unsur tersebut lebih mudah diuraikan (Ali, 2009).
Sebagaimana komposisi pembuatan media padat yang telah disebutkan sebelumnya memiliki kandungan yeast ekstrak tetapi dalam jumlah yang sedikit sehingga jika dalam penyegaran isolat dilakukan lebih lama, maka dengan sendirinya sumber makanan bagi bakteri juga akan menipis, sehingga bakteri harus menghidrolisis selulosa yang ada dalam tubuhnya keluar menjadi enzim selulase agar dapat diperoleh unsur karbon dan hidrogen sebagai bahan makanan yang baru baginya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya zona bening yang terdapat disekitar goresan jarum ose pada awal penyegaran.

4.2.  Pertumbuhan Bakteri Selulosa dari Sampel PMP 0126 Y
Penentuan kurva pertumbuhan bakteri selulosa dapat diperoleh dengan cara mengukur nilai absorbansi optical density yang menyatakan tingkat kekeruhan dari bakteri pada media CMC cair. Tingkat kekeruhan diasumsikan sebagai tingkat biakan bakteri selulosa yang berpengaruh terhadap kerapatan sel, artinya semakin tinggi kerapatan sel, maka kenampakan sel dalam media akan semakin keruh. Kurva pertumbuhan bakteri dibagi menjadi fase lag, fase logaritmik, fase stasioner, fase menuju kematian dan fase kematian (Stephenson, 2003). Seperti yang terlihat pada Gambar 4 di bawah ini, sedangkan nilai absorbansi optical density dapat dilihat pada Lampiran 1.

   Gambar 4. Grafik pertumbuhan isolat bakteri
selulosa PMP 0126 Y

Sampel PMP 0126 Y yang ditumbuhkan dalam media CMC cair memilili fase lag atau fase adaptasi pada jam ke 0 – 8 awal inkubasi. Fase lag atau fase adaptasi merupakan fase awal pengenalan bakteri terhadap lingkungan yang baru, terutama dengan media pembiakan bakteri yang berupa media cair CMCase, sehingga pertumbuhan bakteri masih sangat kecil.
Sedangkan fase logaritmik terjadi pada jam ke 8 hingga 56. Pada fase ini terjadi penambahan jumlah sel yang terus membelah diri pemanfaatan nutrisi yang optimal oleh bakteri. Seiring waktu inkubasi maka jumlah sel akan semakin banyak menyebabkan jumlah sel akan semakin padat dan berpengaruh terhadap bahan makanan yang terbatas. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan bahan makanan. Beberapa bakteri yang tidak mendapatkan makanan akan mati, jika jumlah sel bakteri yang tumbuh atau membelah diri hampir sama dengan jumlah sel bakteri yang mati, maka pada saat itulah telah dimulai fase stasioner. Pada fase stasioner terjadi selama 8 jam yaitu dari jam ke 56 hingga 64.
Fase stasioner merupakan fase yang terjadi saat dalam lingkungan pertumbuhan bakteri terdapat penumpukan senyawa beracun dan berkurangnya nutrien dalam media pertumbuhan (Ali, 2009). Keadaan ini menyebabkan beberapa sel mati dan beberapa diantaranya masih tetap membelah. Sehingga jika dilihat dari grafik maka seakan – akan jumlah sel tetap atau tidak mengalami perubahan jumlah sel.
Jika fermentasi dilanjutkan maka bahan makanan semakin habis sehingga pertumbuhan sel menjadi semakin menurun dan menyebabkan jumlah sel yang membelah lebih rendah daripada jumlah sel yang mati, sehingga dapat dikategorikan bahwa pertumbuhan sel telah memasuki pada fase kematian atau menuju kematian.

4.3.  Uji Aktivitas Enzim Selulase

Dari hasil pengamatan nilai aktivitas enzim selulase dengan menggunakan ekstrak kasar enzim selulase yang dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah.
Gambar 5. Grafik nilai absorbansi uji
aktivitas enzim selulase

Diperoleh aktivitas tertinggi terdapat pada jam ke 128 yaitu, sebesar 0.1665 U/ml dengan nilai aktivitas spesifik enzim selulase sebesar 0,000062 U/ml. Hal ini dikarenakan kemampuan bakteri selulosa dalam melakukan aktivitas untuk memproduksi enzim selulase berada dalam kondisi optimum dan didukung dengan kecukupan nutirisi dalam media CMC cair. Nilai absorbansi aktivitas enzim selulase dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.4. Uji Protein Lowry


      Gambar 6. Grafik nilai absorbansi uji protein
 Lowry  pada sampel PMP 0126 Y

Pada Gambar 6 di atas, terlihat bahwa aktivitas enzim selulase yang memiliki kandungan protein yang tertinggi berada pada jam ke 25 (0,3835 U/ml), kandungan protein pada jam tersebut lebih besar 3,4 kali dari jam sebelumnya yaitu jam ke 22, yang memiliki kandungan protein sebesar 0,1125 U/ml dan 3,8 kali dari jam sesudahnya yaitu, jam ke 27 dengan kandungan protein sebesar 0,0985 U/ml. Dari gambar di atas juga terlihat bahwa setelah jam ke 25, aktivitas enzim selulase terhadap kandungan protein yang dimiliki terus menurun dan tidak lebih dari 0,1750 U/ml yang terjadi pada jam ke 40.

4.5.  Karakterisasi Parsial Enzim Selulase Kasar
Enzim sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Karakterisasi enzim bertujuan untuk mengetahui aktivitas optimum enzim pada kondisi lingkungan yang paling mendukung, sehingga enzim dapat bekerja secara optimal dan efisien. Secara umum karakterisasi dapat dilakukan dengan menggunakan karakterisasi enzim kasar maupun karakterisasi enzim murni.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui aktivitas enzim yang optimal yaitu dengan menggunakan perbedaan pH, suhu, ketahanan panas, pengaruh ion logam dan aditif serta spesifikasi substrat (Ali, 2009).

4.5.1. Penentuan pH Terhadap Optimasi Enzim Selulase
Reaksi terhadap enzim selulase sangat tergantung pada pH medium tempat reaksi berada. Sehingga penggunaan buffer bertujuan untuk mengontrol reaksi dari pH.
Penentuan aktivitas enzim pada pH dimulai dari pH 3 – 9. Hasil yang didapatkan bahwa pH optimum dari enzim selulase adalah berada pada pH 7 atau pH netral dengan nilai aktivitas enzim sebesar 0,1345 U/ml, seperti yang terlihat pada Gambar 7 di bawah ini.
Gambar 7. Grafik pengaruh pH terhadap
         aktivitas enzim selulase

Hal ini sesuai dengan peryataan dari Harris dan Angal (1989), yang menyatakan bahwa pada umumnya enzim paling aktif pada pH netral yakni pada pH cairan makluk hidup yakni pH 6-8.
Apabila reaksi enzimatis dilakukan pada pH ekstrem maka proses hidrolisis tidak bisa berjalan optimal. Pada larutan alkali (pH > 8), dapat mengakibatkan kerusakan pada residu sistein sedangkan pada pH < 4), ikatan peptida dengan residu asam aspartat yang tidak stabil akan terhidrolisis (Chaplin and Buckle, 1990).

4.5.2. Penentuan Suhu Terhadap Optimasi Enzim Selulase
Reaksi enzimatis sama dengan reaksi kimia secara umum, dimana nilai dari reaksi katalisnya akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu.
Dari pengamatan aktivitas enzim mulai dari suhu 30C hingga 80C, didapatkan aktivitas enzim pada suhu 80C sebesar 0.154667 U/ml, merupakan suhu optimum enzim selulase, seperti yang terlihat pada Gambar 8 di bawah ini.
         Gambar 8. Grafik pengaruh suhu terhadap
                           aktivitas enzim selulase

Aktivitas enzim akan meningkat sampai pada suhu optimumnya. Setelah suhu optimum terlewati maka aktivitas enzim akan menurun drastis karena kerusakan struktur enzim akibat panas. Pendapat ini sesuai dengan pengamatan bahwa enzim selulase sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan reaksi enzimatis lain yang pada umumnya yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terdenaturasinya protein pada enzim. 














BAB V.
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari seluruh rangkaian tahapan yang dilakukan guna karakterisasi parsial enzim selulase pada pH dan suhu yang berbeda maka didapatkan aktivitas optimum enzim terdapat pada pH 7 dengan nilai aktivitas enzim sebesar 0,1345 U/ml. Sedangkan aktivitas optimum enzim pada suhu 80oC merupakan suhu optimum enzim selulase dengan nilai aktivitas sebesar 0.154667 U/ml.

5.2. Saran

Diharapkan agar dengan diketahuinya kondisi optimum aktivitas enzim selulase dari berbagai pengujian yang telah dilakukan maka penggunaan enzim selulase dalam membantu kegiatan industri dapat ditingkatkan.

















DAFTAR PUSTAKA

[BBRP2B]. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi. 2000. Komposisi Bahan Kimia dalam Pembuatan Media CMC Cair dan Padat. Jakarta.

Ali Mahrus. 2009. Produksi, Pemurnian dan Karaterisasi Enzim Kitosanase dari Isolat Bakteri KLU 11.16. serta Aplikasinya untuk Memproduksi Oligomer Kitosan. [Tesis]. Universitas Brawijaya. Malang.

Arad, S. M. and Yaron, A. 1992. Natural Pigment From Several Red Microalgae For Use In Foods and Cosmetics. Trent Sci.

Beguin, P. and Aubert, J. P. 1994. The Biological Degradation of Cellulose. FEMS Microbiology.

Bhat, M. K., and Bhat, S., 1997. Cellulose Degrading Enzymes and Their Potential Industrial Applications. Biotechnology Advances 15.

Bollag, D. M., and  S. J. Edelstein. 1991. Protein Methodes. A Jhon Wiley & Sons, Inc. New York.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Produksi Rumput Laut Indonesia. www.rumputlaut.org.

Harris, E. L. V. and S. Angal. 1989. Protein Purification Methodes: A Pratical Approach. Oxford University Press. England.

Himmel, M. E., Ruth, M. F., and Wyman, C. E., 1999. Cellulase for Commodity Products From Cellulosic Biomass. Curr Opin Biotechnol 10.

Klyosov, A. A., 1995. Biomass Conversion with Cellulases. In Industrial Enzyme Engineering.

Kraft, G. T. and Woelkieling, W. J. 1981. Rhodophyta Systematics and Biology. Clayton, M. N. and King, R. J. (eds.). Marine Botany: an Austrasian Perspective. Meulborne.

Lehninger A. L., 1993. Seaweed in Food Products: Biochemical and Nutritional Aspects. Trends Food.

Lynd, L. R., Weimer, P. J. Zyl, V. W. H., and Pretorius, I. S., 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamental and Biotechnology. Microbiol Mol Biol Rev 66.

Mai, C., Kües, U., and Militz, H., 2004. Boitechnology in The Wood Industry. Applied Microbiology and Biotechnology 63.

Mandels, M., Andreotti, R., and Roche, C. 1976. Measurement of Saccharifying Cellulase. Biotechnol Bioeng Symp.

Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R., Lee, Y. Y., Holzapple, M., and Ladish, M., 2005. Features of Promosing Technologies For Pretreatment of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology 96.

Nazareth, S. W., and Sampy, J. D., 2003. Production and Characterisation of Lignocellulases of Panus Tigrinus and Their Aplication. International Biodeterioration and Biodegradation 52.

Niranjane, A. 2006. Sreening Diverse Celluase Enzymes From The White Rot Fungus Phlebia gigantea For High Activity and Large Scale Applications. RMHIT University. Melbourne.

Pelczar M. J., Chan, E. C. S., 1986. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jilid I. Hadioetomo, Imas R. S. T., Tjictosomo S. S., penerjemah. Jakarta: UI Press. hlm. 443.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Romimohtarto Kasijan. 2007. Biologi Laut. Djambatan, Jakarta.

Stephenson, F. H. 2003. Calculation for Molecular and Biology Biotechnology. Academic Press. New York.

Suhartono, M. T., 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: PAU IPB.

Wikipedia(a). 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/enzymes [3 April 2010]

Wikipedia(b). 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/gracilaria [12 April 2010]












LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai Absorbansi Optical Density Pertumbuhan Bakteri     Selulosa dan Aktivitas CMCase dari Sampel PMP 0126 Y
Concentration of Glucose
Nilai Absorbansi 600 Nanometer
Standard Factor ( SF)
Average Of SF
CMCase Activity (IU/ ml/ Minute)
Abs - 1
Abs - 2
Abs. Rerata
0
0.017
0.017
0.017
0
0.144660281

0.2
2.806
2.74
2.773
0.072124053


0.4
3.407
3.321
3.364
0.118906064


0.6
3.475
3.527
3.501
0.171379606


0.8
3.511
3.585
3.548
0.225479143


1
3.521
3.62
3.5705
0.280072819


Jam Ke
Absorbansi 600 Nanometer


Aktivitas Glukosa Standar (U/ml)
PMP 1
PMP 2
Abs. Rerata


0
0.265
0.307
0.2860


0.0413730
3
0.358
0.478
0.4180


0.0604680
6
0.494
0.576
0.5150


0.0745000
8
0.544
0.625
0.5845


0.0845540
11
0.562
0.683
0.6225


0.0900510
13
0.59
0.716
0.6530


0.0944630
15
0.635
0.765
0.6500


0.0940290
17
0.644
0.755
0.6995


0.1011900
22
0.653
0.774
0.7135


0.1032150
25
0.663
0.821
0.7420


0.1073880
27
0.673
0.841
0.7570


0.1087850
29
0.683
0.845
0.7640


0.1105200
31
0.739
0.87
0.8045


0.1163790
36
0.789
0.899
0.8445


0.1220930
40
0.81
0.924
0.8670


0.1254200
42
0.833
0.974
0.9035


0.1307010
44
0.825
0.974
0.8995


0.1301220
47
0.842
0.985
0.9135


0.1321470
50
0.822
0.997
0.9095


0.1315690
53
0.864
0.98
0.9220


0.1333770
56
0.919
0.989
0.9540


0.1380060
58
0.921
1.013
0.9670


0.1398860
60
0.909
1.012
0.9605


0.1389460
62
0.937
1.014
0.9755


0.1411160
64
0.927
1.02
0.9735


0.1408270
68
0.958
1.003
0.9805


0.1418390
96
0.867
0.848
0.8575


0.1240460
98
0.85
0.868
0.8590


0.1242630
119
0.848
0.849
0.8485


0.1227440
124
0.837
0.839
0.8380


0.1212250
128
0.837
0.827
0.8320


0.1203570
133
0.844
0.835
0.8395


0.1214420
137
0.837
0.837
0.8370


0.1210810
    Lampiran 2. Nilai Absorbansi Uji Aktivitas Enzim Selulase dari
     Sampel PMP 0126 Y

Jam Ke
Nilai Absorbansi 550 Nanometer
Aktivitas Enzim Selulase (IU/ml)
PMP 1
PMP 2
Abs. Rerata
0
0.116
0.099
0.1075
0.000040
3
0.080
0.083
0.0815
0.000030
6
0.108
0.116
0.1120
0.000041
8
0.110
0.102
0.1060
0.000039
11
0.124
0.109
0.1165
0.000043
13
0.122
0.129
0.1255
0.000046
15
0.101
0.083
0.0920
0.000034
17
0.105
0.104
0.1045
0.000039
22
0.133
0.115
0.1240
0.000046
25
0.112
0.109
0.1105
0.000041
27
0.125
0.085
0.1050
0.000039
29
0.110
0.120
0.1150
0.000043
31
0.103
0.113
0.1080
0.000040
36
0.084
0.094
0.0890
0.000033
40
0.110
0.129
0.1195
0.000044
42
0.118
0.157
0.1375
0.000051
44
0.123
0.148
0.1355
0.000050
47
0.124
0.078
0.1010
0.000037
50
0.135
0.120
0.1275
0.000047
53
0.130
0.114
0.1220
0.000045
56
0.110
0.101
0.1055
0.000039
58
0.127
0.112
0.1195
0.000044
60
0.130
0.140
0.1350
0.000050
62
0.132
0.147
0.1395
0.000052
64
0.135
0.146
0.1405
0.000052
68
0.113
0.141
0.1270
0.000047
96
0.127
0.161
0.1440
0.000053
98
0.109
0.191
0.1500
0.000056
119
0.112
0.159
0.1355
0.000050
124
0.139
0.134
0.1365
0.000051
128
0.144
0.189
0.1665
0.000062
133
0.111
0.159
0.1350
0.000050
137
0.122
0.207
0.1645
0.000061







Lampiran 3. Nilai Absorbansi Uji Protein Lowry dari Sampel PMP 0126 Y

Jam Ke
Nilai Absorbansi 540 Nanometer
PMP 1
PMP 2
Abs. Rerata
0
0.081
0.096
0.0850
3
0.120
0.100
0.1100
6
0.161
0.134
0.1475
8
0.121
0.116
0.1185
11
0.134
0.090
0.1120
13
0.127
0.080
0.1035
15
0.215
0.092
0.1535
17
0.233
0.134
0.1835
22
0.089
0.136
0.1125
25
0.088
0.679
0.3835
27
0.078
0.119
0.0985
29
0.044
0.137
0.0905
31
0.112
0.118
0.1150
36
0.075
0.142
0.1085
40
0.075
0.100
0.1750
42
0.047
0.098
0.0725
44
0.052
0.120
0.0860
47
0.047
0.118
0.0825
50
0.052
0.198
0.1250
53
0.033
0.223
0.1280
56
0.050
0.115
0.0825
58
0.026
0.086
0.0560
60
0.079
0.142
0.1105
62
0.035
0.117
0.0760
64
0.026
0.094
0.0600
68
0.032
0.310
0.1710
96
0.033
0.108
0.0705
98
0.045
0.162
0.1035
119
0.048
0.101
0.0745
124
0.035
0.078
0.0565
128
0.048
0.125
0.0865
133
0.119
0.091
0.1050
137
0.037
0.144
0.0905



Lampiran 4. Tabel  Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas
Enzim Selulase

Tabel Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Selulase
Sampel
Pengulangan
1
2
Rata - Rata
pH 3
0.083
0.085
0.084
pH 4
0.124
0.106
0.115
pH 5
0.095
0.084
0.0895
pH 6
0.117
0.106
0.1115
pH 7
0.136
0.133
0.1345
pH 8
0.113
0.106
0.1095
pH 9
0.085
0.132
0.1085

Tabel Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Selulase
Suhu
PMP 0126 Y
1
2
Abs. Rerata
30 C
0.079
0,078
0.087000
40 C
0.085
0.085
0.090333
50 C
0.133
0.115
0.117667
60 C
0.111
0.108
0.108333
70 C
0.116
0.113
0.118667
80 C
0.164
0,165
0.154667













Lampiran 5. Pembuatan DNS Reagen dan Reagen Citrat Phosphate Buffer

Pembuatan DNS Reagent (Volume 1000 ml)
Natrium kalium tatrate (NaKC4H4O6)      18, 2 %
Natrium hidroksida (NaOH)                     1       %
Dinitrosalicylic (DNS)                              1       %
Natrium sulfat (NaSO4)                            0,05  %
Phenol                                                       0,2    %
Aquades                                                    1000 ml
Setelah dilarutkan di dalam 1000 ml aquades, selanjutnya DNS reagent dipindahkan ke dalam botol coklat dan disimpan di dalam refrigerator pada suhu 4oC.

Citrat Phosphate Buffer
Citrat acid (C6H8O7)                                 0, 3708 %
Dinatrium phospat (Na2PO4)                     2,932   % 
Aquades                                                    100  ml.
Setelah semua bahan ditimbang dan dilarutkan dalam 60 ml aquades, selanjutnya setarakan larutan tersebut hingga pH 5,0 dan tambahkan aquades hingga volume akhir mencapai 100 ml.











Lampiran 6. Pembuatan Reagen Lowry dan Reagen Follin Concetteau

Reagen Lowry :
Pewarna A (Alkaline solution untuk 500 ml)
Natrium hidroksida (NaOH)         0,592   %
Dinatrium karbonat (Na2CO3)       2,8617 %
Aquades                                        500 ml
Bahan – bahan ditimbang. Selanjutnya aquades ditambahkan dan aduk hingga homogen.

Pewarna B (Alkaline cupper sulfat untuk 100 ml)
Kupri sulfat (CuSO4)                    1,4232 %
Aquades                                        100 ml
CuSO4 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas, selanjutnya tambahkan  aquades dan aduk hingga homogen.

Pewarna C (Natrium tatrate solution untuk 100 ml)
Natrium kalium tatrate (NaKC4H4O6)      2, 853 %
Aquades                                                    100 ml
NaKC4H4O6 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas, selanjutnya tambahkan aquades sebanyak 100 ml dan aduk hingga homogen.

Reagen Follin Concetteau :
Follin                                                         100 ml
Aquades                                                    100 ml
Larutan Follin sebanyak 100 ml dicampur dengan aquades sebanyak 100 ml dan aduk hingga homogen.



Lampiran 7. Pembuatan Larutan Buffer untuk Penentuan pH Optimum Enzim Selulase

Larutan A :
Citrat acid (C6H8O7)                                 0,507 %
Milique water                                            100  ml
C6H8O7 ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker gelas, selanjutnya ditambahkan milique water sebanyak 100 ml. Larutan kemudian diaduk hingga homogen.
Larutan B :
Dinatrium hidrogen pospat (Na2HPO4)    26, 809 %
Milique water                                            100 ml
Na2HPO4 ditimbang dan masukkan ke dalam beker gelas, selanjutnya ditambahkan milique water sebanyak  100 ml. Kemudian diaduk hingga larutan homogen.

Tabel Komposisi Larutan Buffer untuk pH 3 - 8
pH
A (ml)
B (ml)
3
31,78
8,22
4
24,58
15,42
5
19,40
20,60
6
14,74
25,26
7
7,06
32,94
8
1,10
38,90

Pembuatan larutan buffer untuk pH 9
Larutan A :
Asam borat (H3BO3)                     6,1845 %
Kalium klorida (KCl)                    7,4555 %
Milique water                                100 ml
Bahan – bahan ditimbang. Selanjutnya masukkan bahan – bahan ke dalam beker gelas dan tambahkan milique water sebanyak 100 ml. Kemudian aduk hingga larutan homogen.

Larutan B
Natrium hidroksida (NaOH)         0,8 %
Milique water                                200 ml.
NaOH ditimbang dan dimasukkan ke dalam beker gelas. Selanjutnya milique water sebanyak 200 ml ditambahkan ke dalamnya. Kemudian aduk hingga larutan homogen.

Larutan C : Milique water.

pH 9 : 50 ml A + 21,4 ml B + 128,6 ml C


Tidak ada komentar:

Posting Komentar